Rabu, 02 Maret 2011

quantum learning

Konsep Quantum Learning
Quantum learning ialah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Beberapa teknik yang dikemukakan merupakan teknik meningkatkan kemampuan diri yang sudah populer dan umum digunakan. Namun, Bobbi DePorter mengembangkan teknik-teknik yang sasaran akhirnya ditujukan untuk membantu para siswa menjadi responsif dan bergairah dalam menghadapi tantangan dan perubahan realitas (yang terkait dengan sifat jurnalisme). Quantum learning berakar dari upaya Georgi Lozanov, pendidik berkebangsaan Bulgaria.

Ia melakukan eksperimen yang disebutnya suggestology (suggestopedia). Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detil apa pun memberikan sugesti positif atau negatif. Untuk mendapatkan sugesti positif, beberapa teknik digunakan. Para murid di dalam kelas dibuat menjadi nyaman. Musik dipasang, partisipasi mereka didorong lebih jauh. Poster-poster besar, yang menonjolkan informasi, ditempel. Guru-guru yang terampil dalam seni pengajaran sugestif bermunculan.
Prinsip suggestology hampir mirip dengan proses accelerated learning, pemercepatan belajar: yakni, proses belajar yang memungkinkan siswa belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal, dan dibarengi kegembiraan. Suasana belajar yang efektif diciptakan melalui campuran antara lain unsur-unsur hiburan, permainan, cara berpikir positif, dan emosi yang sehat.
“Quantum learning mencakup aspek-aspek penting dalam program neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi. Program ini meneliti hubungan antara bahasa dan perilaku dan dapat digunakan untuk menciptakan jalinan pengertian siswa dan guru. Para pendidik dengan pengetahuan NLP mengetahui bagaimana menggunakan bahasa yang positif untuk meningkatkan tindakan-tindakan posistif – faktor penting untuk merangsang fungsi otak yang paling efektif. Semua ini dapat pula menunjukkan dan menciptakan gaya belajar terbaik dari setiap orang (Bobby De Porter dan Hernacki, 1992)
Selanjutnya Porter dkk mendefinisikan quantum learning sebagai “interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya.” Mereka mengamsalkan kekuatan energi sebagai bagian penting dari tiap interaksi manusia. Dengan mengutip rumus klasik E = mc2, mereka alihkan ihwal energi itu ke dalam analogi tubuh manusia yang “secara fisik adalah materi”. “Sebagai pelajar, tujuan kita adalah meraih sebanyak mungkin cahaya: interaksi, hubungan, inspirasi agar menghasilkan energi cahaya”. Pada kaitan inilah, quantum learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar, dan NLP dengan teori, keyakinan, dan metode tertentu. Termasuk konsep-konsep kunci dari teori dan strategi belajar, seperti: teori otak kanan/kiri, teori otak triune (3 in 1), pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestik), teori kecerdasan ganda, pendidikan holistik, belajar berdasarkan pengalaman, belajar dengan simbol (metaphoric learning), simulasi/permainan.
Beberapa hal yang penting dicatat dalam quantum learning adalah sebagai berikut. Para siswa dikenali tentang “kekuatan pikiran” yang tak terbatas. Ditegaskan bahwa otak manusia mempunyai potensi yang sama dengan yang dimilliki oleh Albert Einstein. Selain itu, dipaparkan tentang bukti fisik dan ilmiah yang memberikan bagaimana proses otak itu bekerja. Melalui hasil penelitian Global Learning, dikenalkan bahwa proses belajar itu mirip bekerjanya otak seorang anak 6-7 tahun yang seperti spons menyerap berbagai fakta, sifat-sifat fisik, dan kerumitan bahasa yang kacau dengan “cara yang menyenangkan dan bebas stres”. Bagaimana faktor-faktor umpan balik dan rangsangan dari lingkungan telah menciptakan kondisi yang sempurna untuk belajar apa saja. Hal ini menegaskan bahwa kegagalan, dalam belajar, bukan merupakan rintangan. Keyakinan untuk terus berusaha merupakan alat pendamping dan pendorong bagi keberhasilan dalam proses belajar. Setiap keberhasilan perlu diakhiri dengan “kegembiraan dan tepukan.”
Berdasarkan penjelasan mengenai apa dan bagaimana unsur-unsur dan struktur otak manusia bekerja, dibuat model pembelajaran yang dapat mendorong peningkatan kecerdasan linguistik, matematika, visual/spasial, kinestetik/perasa, musikal, interpersonal, intarpersonal, dan intuisi. Bagaimana mengembangkan fungsi motor sensorik (melalui kontak langsung dengan lingkungan), sistem emosional-kognitif (melalui bermain, meniru, dan pembacaan cerita), dan kecerdasan yang lebih tinggi (melalui perawatan yang benar dan pengondisian emosional yang sehat). Bagaimana memanfaatkan cara berpikir dua belahan otak “kiri dan kanan”. Proses berpikir otak kiri (yang bersifat logis, sekuensial, linear dan rasional), misalnya, dikenakan dengan proses pembelajaran melalui tugas-tugas teratur yang bersifat ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi auditorial, menempatkan detil dan fakta, fonetik, serta simbolisme. Proses berpikir otak kanan (yang bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik), dikenakan dengan proses pembelajaran yang terkait dengan pengetahuan nonverbal (seperti perasaan dan emosi), kesadaran akan perasaan tertentu (merasakan kehadiran orang atau suatu benda), kesadaran spasial, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni, kepekaan warna, kreatifitas dan visualisasi.
Semua itu, pada akhirnya, tertuju pada proses belajar yang menargetkan tumbuhnya “emosi positif, kekuatan otak, keberhasilan, dan kehormatan diri.” Keempat unsur ini bila digambarkan saling terkait. Dari kehormatan diri, misalnya, terdorong emosi positif yang mengembangkan kekuatan otak, dan menghasilkan keberhasilan, lalu (balik lagi) kepada penciptaan kehormatan diri.
Dari proses inilah, quantum learning menciptakan konsep motivasi, langkah-langkah menumbuhkan minat, dan belajar aktif. Membuat simulasi konsep belajar aktif dengan gambaran kegiatan seperti: “belajar apa saja dari setiap situasi, menggunakan apa yang Anda pelajari untuk keuntungan Anda, mengupayakan agar segalanya terlaksana, bersandar pada kehidupan.” Gambaran ini disandingkan dengan konsep belajar pasif yang terdiri dari: “tidak dapat melihat adanya potensi belajar, mengabaikan kesempatan untuk berkembang dari suatu pengalaman belajar, membiarkan segalanya terjadi, menarik diri dari kehidupan.”
Dalam kaitan itu pula, antara lain, quantum learning mengonsep tentang “menata pentas: lingkungan belajar yang tepat.” Penataan lingkungan ditujukan kepada upaya membangun dan mempertahankan sikap positif. Sikap positif merupakan aset penting untuk belajar. Peserta didik quantum dikondisikan ke dalam lingkungan belajar yang optimal baik secara fisik maupun mental. Dengan mengatur lingkungan belajar demikian rupa, para pelajar diharapkan mendapat langkah pertama yang efektif untuk mengatur pengalaman belajar.
Penataan lingkungan belajar ini dibagi dua yaitu: lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro ialah tempat peserta didik melakukan proses belajar (bekerja dan berkreasi). Quantum learning menekankan penataan cahaya, musik, dan desain ruang, karena semua itu dinilai mempengaruhi peserta didik dalam menerima, menyerap, dan mengolah informasi. Ini tampaknya yang menjadi kekuatan orisinalitas quantum learning. Akan tetapi, dalam kaitan pengajaran umumnya di ruang-ruang pendidikan di Indonesia, lebih baik memfokuskan perhatian kepada penataan lingkungan formal dan terstruktur seperti: meja, kursi, tempat khusus, dan tempat belajar yang teratur. Target penataannya ialah menciptakan suasana yang menimbulkan kenyamanan dan rasa santai. Keadaan santai mendorong siswa untuk dapat berkonsentrasi dengan sangat baik dan mampu belajar dengan sangat mudah. Keadaan tegang menghambat aliran darah dan proses otak bekerja serta akhirnya konsentrasi siswa.
Lingkungan makro ialah “dunia yang luas.” Peserta didik diminta untuk menciptakan ruang belajar di masyarakat. Mereka diminta untuk memperluas lingkup pengaruh dan kekuatan pribadi, berinteraksi sosial ke lingkungan masyarakat yang diminatinya. “Semakin siswa berinteraksi dengan lingkungan, semakin mahir mengatasi sistuasi-situasi yang menantang dan semakin mudah Anda mempelajari informasi baru,” tulis Porter. Setiap siswa diminta berhubungan secara aktif dan mendapat rangsangan baru dalam lingkungan masyarakat, agar mereka mendapat pengalaman membangun gudang penyimpanan pengertahuan pribadi. Selain itu, berinteraksi dengan masyarakat juga berarti mengambil peluang-peluang yang akan datang, dan menciptakan peluang jika tidak ada, dengan catatan terlibat aktif di dalam tiap proses interaksi tersebut (untuk belajar lebih banyak mengenai sesuatu). Pada akhirnya, interaksi ini diperlukan untuk mengenalkan siswa kepada kesiapan diri dalam melakukan perubahan. Mereka tidak boleh terbenam dengan situasi status quo yang diciptakan di dalam lingkungan mikro. Mereka diminta untuk melebarkan lingkungan belajar ke arah sesuatu yang baru. Pengalaman mendapatkan sesuatu yang baru akan memperluas “zona aman, nyaman dan merasa dihargai” dari siswa.
Sumber : Septiawan Santana Kurnia, Quantum Learning bagi Pendidikan Jurnalistik: (Studi pembelajaran jurnalistik yang berorientasi pada life skill); on line : Editorial Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan www.depdiknas.go.id
Quantum Learning

Quantum Learning merupakan suatu kiat, petunjuk, strategi dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman daya ingat, serta belajar sebagai proses yang menyenangkan dan bermakana. Quantum Learning berakar dari upaya Georgi Lozanov, pendidik berkebangsaan Bulgaria. Ia melakukan penelitian yang disebutnya suggestology. Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar.
Quantum Learning mencakup aspek-aspek penting tentang cara otak mengatur informasi. Menurut DePorter dkk (2002:16), “Quantum Learning adalah interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya”. Dengan mengutip rumus Albert Einstein, yakni E=mc2, DePorter memisalkan kekuatan energi ke dalam analogi tubuh manusia yang secara fisik adalah materi. Sehingga tujuan belajar menurut Quantum Learning adalah meraih sebanyak mungkin cahaya.
Berdasarkan uraian tersebut, dibuat model pembelajaran yang mendorong kecerdasan linguistuik, visual, kinestetik, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan intuisi.
Menurut DePorter (2002:54) dalam pembelajaran Quantum Learning ada 5 ciri spesifik yang berguna untuk meningkatkan otak untuk memahami suatu informasi yang diberikan. Ciri-ciri tersebut adalah:
• Learning To Know yang artinya belajar untuk mengetahui
• Learning To Do yang artinya belajar untuk melakukan
• Learning To Be yang artinya belajar untuk menjadi dirinya sendiri
• Learning To Live Together yang artinya belajar untuk kebersamaan
Guru dituntut untuk memiliki metode belajar yang bervariasai dan kreatif, karena cara-cara berpikir anak itu lebih logis, kritis, rasa ingin tahu tinggi.
Dalam buku Quantum Learning yang ditulis oleh Bobbi DePorter dan Mike Hernacki ada 3 (tiga) metode utama dalam pembelajaran Quantum Learning
• Mind Mapping yang artinya peta pikiran.
• Speed Reading yang artinya membaca cepat
• Super Memory System yang artinya menoptimalkan daya ingat

PEMBELAJARAN KUANTUM SEBAGAI MODEL PEMBELAJARAN YANG MENYENANGKAN
Oleh Djoko Saryono
Hasil-hasil pengajaran dan pembelajaran berbagai bidang studi terbukti selalu kurang memuaskan berbagai pihak (yang berkepentingan – stakeholder). Hal tersebut setidak-tidaknya disebabkan oleh tiga hal. Pertama, perkembangan kebutuhan dan aktivitas berbagai bidang kehidupan selalu meninggalkan proses/hasil kerja lembaga pendidikan atau melaju lebih dahulu daripada proses pengajaran dan pembelajaran sehingga hasil-hasil pengajaran dan pembelajaran tidak cocok/pas dengan kenyataan kehidupan yang diarungi oleh siswa. Kedua, pandangan-pandangan dan temuan-temuan kajian (yang baru) dari berbagai bidang tentang pembelajaran dan pengajaran membuat paradigma, falsafah, dan metodologi pembelajaran yang ada sekarang tidak memadai atau tidak cocok lagi. Ketiga, berbagai permasalahan dan kenyataan negatif tentang hasil pengajaran dan pembelajaran menuntut diupayakannya pembaharuan paradigma, falsafah, dan metodologi pengajaran dan pembelajaran. Dengan demikian, diharapkan mutu dan hasil pembelajaran dapat makin baik dan meningkat.
Untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran – di samping juga menyelaraskan dan menyerasikan proses pembelajaran dengan pandangan-pandangan dan temuan-temuan baru di pelbagai bidang – falsafah dan metodologi pembelajaran senantiasa dimutakhirkan, diperbaharui, dan dikembangkan oleh berbagai kalangan khususnya kalangan pendidikan-pengajaran-pembelajaran. Oleh karena itu, falsafah dan metodologi pembelajaran silih berganti dipertimbangkan, digunakan atau diterapkan dalam proses pembelajaran dan pengajaran. Lebih-lebih dalam dunia yang lepas kendali atau berlari tunggang-langgang (runway world – istilah Anthony Giddens) sekarang, falsafah dan metodologi pembelajaran sangat cepat berubah dan berganti, bahkan bermunculan secara serempak; satu falsafah dan metodologi pembelajaran dengan cepat dirasakan usang dan ditinggalkan, kemudian diganti (dengan cepat pula) dengan dan dimunculkan satu falsafah dan metodologi pembelajaran yang lain, malahan sering diumumkan atau dipopulerkan secara serentak beberapa falsafah dan metodologi pembelajaran.
Tidak mengherankan, dalam beberapa tahun terakhir ini di Indonesia telah berkelebatan (muncul, populer, surut, tenggelam) berbagai falsafah dan metodologi pembelajaran yang dipandang baru-mutakhir meskipun akar-akar atau sumber-sumber pandangannya sebenarnya sudah ada sebelumnya, malah jauh sebelumnya. Beberapa di antaranya (yang banyak dibicarakan, didiskusikan, dan dicobakan oleh pelbagai kalangan pembelajaran dan sekolah) dapat dikemukakan di sini, yaitu pembelajaran konstruktivis, pembelajaran kooperatif, pembelajaran terpadu, pembelajaran aktif, pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning, CTL), pembelajaran berbasis projek (project based learning), pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), pembelajaran interaksi dinamis, dan pembelajaran kuantum (quantum learning). Dibandingkan dengan falsafah dan metodologi pembelajaran lainnya, falsafah dan metodologi pembelajaran kuantum yang disebut terakhir tampak relatif lebih populer dan lebih banyak disambut gembira oleh pelbagai kalangan di Indonesia berkat penerbitan beberapa buku mengenai hal tersebut oleh Penerbit KAIFA Bandung [Quantum Learning, Quantum Business, dan Quantum Teaching] – di samping berkat upaya popularisasi yang dilakukan oleh perbagai pihak melalui seminar, pelatihan, dan penerapan tentangnya. Walaupun demikian, masih banyak pihak yang mengenali pembelajaran kuantum secara terbatas – terutama terbatas pada bangun (konstruks) utamanya. Segi-segi kesejarahan, akar pandangan, dan keterbatasannya belum banyak dibahas orang. Ini berakibat belum dikenalinya pembelajaran kuantum secara utuh dan lengkap.
Sejalan dengan itu, tulisan ini mencoba memaparkan ihwal pembelajaran kuantum secara relatih utuh dan lengkap agar kita dapat mengenalinya lebih baik dan mampu menempatkannya secara proporsional di antara pelbagai falsafah dan metodologi pembelajaran lainnya – yang sekarang juga berkembang dan populer di Indonesia. Secara berturut-turut, tulisan ini memaparkan (1) latar belakang atau sejarah kemunculan pembelajaran kuantum, (2) akar-akar atau dasar-dasar teoretis dan empiris yang membentuk bangun pembelajaran kuantum, dan (3) pandangan-pandangan pokok yang membentuk karakteristik pembelajaran kuantum dan (4) kemungkinan penerapan pembelajaran kuantum dalam berbagai bidang terutama bidang pengajaran sekolah. Paparan ini lebih merupakan rekonstruksi pembelajaran kuantum yang didasarkan atas pemahaman dan persepsi penulis sendiri daripada resume atau rangkuman atas pikiran-pikiran pencetusnya.
LATAR BELAKANG KEMUNCULAN
Tokoh utama di balik pembelajaran kuantum adalah Bobbi DePorter, seorang ibu rumah tangga yang kemudian terjun di bidang bisnis properti dan keuangan, dan setelah semua bisnisnya bangkrut akhirnya menggeluti bidang pembelajaran. Dialah perintis, pencetus, dan pengembang utama pembelajaran kuantum. Semenjak tahun 1982 DePorter mematangkan dan mengembangkan gagasan pembelajaran kuantum di SuperCamp, sebuah lembaga pembelajaran yang terletak Kirkwood Meadows, Negara Bagian California, Amerika Serikat. SuperCamp sendiri didirikan atau dilahirkan oleh Learning Forum, sebuah perusahahan yang memusatkan perhatian pada hal-ihwal pembelajaran guna pengembanga potensi diri manusia. Dengan dibantu oleh teman-temannya, terutama Eric Jansen, Greg Simmons, Mike Hernacki, Mark Reardon, dan Sarah Singer-Nourie, DePorter secara terprogram dan terencana mengujicobakan gagasan-gagasan pembelajaran kuantum kepada para remaja di SuperCamp selama tahun-tahun awal dasawarsa 1980-an. “Metode ini dibangun berdasarkan pengalaman dan penelitian terhadap 25 ribu siswa dan sinergi pendapat ratusan guru di SuperCamp”, jelas DePorter dalam Quantum Teaching (2001: 4). “Di SuperCamp inilah prinsip-prinsip dan metode-metode Quantum Learning menemukan bentuknya”, ungkapnya dalam buku Quantum Learning (1999:3).
Pada tahap awal perkembangannya, pembelajaran kuantum terutama dimaksudkan untuk membantu meningkatkan keberhasilan hidup dan karier para remaja di rumah atau ruang-ruang rumah; tidak dimaksudkan sebagai metode dan strategi pembelajaran untuk mencapai keberhasilan lebih tinggi di sekolah atau ruang-ruang kelas. Lambat laun, orang tua para remaja juga meminta kepada DePorter untuk mengadakan program program pembelajaran kuantum bagi mereka. “Mereka telah melihat hal yang telah dilakukan Quantum Learning pada anak-anak mereka, dan mereka ingin belajar untuk menerapkan teknik dan prinsip yang sama dalam hidup dan karier mereka sendiri – perusahaan komputer, kantor pengacara, dan tentu agen-agen realestat mereka. Demikian lingkaran ini terus bergulir”, papar DePorter dalam Quantum Business (2001:27). Demikianlah, metode pembelajaran kuantum merambah berbagai tempat dan bidang kegiatan manusia, mulai lingkungan pengasuhan di rumah (parenting), lingkungan bisnis, lingkungan perusahaan, sampai dengan lingkungan kelas (sekolah). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya pembelajaran kuantum merupakan falsafah dan metodologi pembelajaran yang bersifat umum, tidak secara khusus diperuntukkan bagi pengajaran di sekolah.
Falsafah dan metodologi pembelajaran kuantum yang telah dikembangkan, dimatangkan, dan diujicobakan tersebut selanjutnya dirumuskan, dikemukakan, dan dituliskan secara utuh dan lengkap dalam buku Quantum Learning: Unleashing The Genius in You. Buku ini diterbitkan pertama kali pada tahun 1992 oleh Dell Publishing New York. Pada tahun 1999 muncul terjemahannya dalam bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Penerbit KAIFA Bandung dengan judul Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan). Buku yang ditulis oleh DePorter bersama Mike Hernacki – mitra kerja DePorter yang mantan guru dan pengacara – tersebut memaparkan pandangan-pandangan umum dan prinsip-prinsip dasar yang membentuk bangun pembelajaran kuantum. Pandangan-pandangan umum dan prinsip-prinsip dasar yang termuat dalam buku Quantum Learning selanjutnya diterapkan, dipraktikkan, dan atau diimplementasikan dalam lingkungan bisnis dan kelas (sekolah). Penerapan, pemraktikan, dan atau pengimplementasian pembelajaran kuantum di lingkungan bisnis termuat dalam buku Quantum Business: Achieving Success Through Quantum Learning yang terbit pertama kali pada tahun 1997 dan diterbitkan oleh Dell Publishing, New York. Buku yang ditulis oleh DePorter bersama Mike Hernacki ini sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Basyrah Nasution dan diterbitkan oleh Penerbit KAIFA Bandung pada tahun 1999 dengan judul Quantum Business: Membiasakan Berbisnis secara Etis dan Sehat. Sementara itu, penerapan, pemraktikkan, dan pengimplementasian pembelajaran kuantum di lingkungan sekolah (pengajaran) termuat dalam buku Quantum Teaching: Orchestrating Student Success yang terbit pertama kali tahun 1999 dan diterbitkan oleh Penerbit Allyn and Bacon, Boston. Buku yang ditulis oleh DePorter bersama Mark Reardon dan Sarah Singer-Nourie ini sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Ary Nilandari dan diterbitkan oleh Penerbit KAIFA Bandung pada tahun 2000 dengan judul Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas.
Dapat dikatakan bahwa ketiga buku tersebut laris (best-seller) di pasar. Lebih-lebih terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Terjemahan bahasa Indonesia buku Quantum Learning dalam tempo tiga tahun sudah cetak ulang tiga belas kali; buku Quantum Business sudah cetak ulang lima kali dalam tempo dua tahun; dan buku Quantum Teaching sudah cetak ulang tiga kali dalam tempo satu tahun. Hal tersebut sekaligus memperlihatkan betapa populer dan menariknya falsafah dan metodologi pembelajaran kuantum di Indonesia dan bagi komunitas masyarakat Indonesia. Popularitas dan kemenarikan pembelajaran kuantum makin tampak kuat-tinggi ketika frekuensi penyelenggaraan seminar-seminar, pelatihan-pelatihan, dan pengujicobaan pembelajaran kuantum di Indonesia makin tinggi.
AKAR-AKAR LANDASAN
Meskipun dinamakan pembelajaran kuantum, falsafah dan metodologi pembelajaran kuantum tidaklah diturunkan atau ditransformasikan secara langsung dari fisika kuantum yang sekarang sedang berkembang pesat. Tidak pula ditransformasikan dari prinsip-prinsip dan pandangan-pandangan utama fisika kuantum yang dikemukakan oleh Albert Einstein, seorang tokoh terdepan fisika kuantum. Jika ditelaah atau dibandingkan secara cermat, istilah kuantum [quantum] yang melekat pada istilah pembelajaran [learning] ternyata tampak berbeda dengan konsep kuantum dalam fisika kuantum. Walaupun demikian, serba sedikit tampak juga kemiripannya. Kemiripannya terutama terlihat dalam konsep kuantum. Dalam fisika kuantum, istilah kuantum memang diberi konsep perubahan energi menjadi cahaya selain diyakini adanya ketakteraturan dan indeterminisme alam semesta. Sementara itu, dalam pandangan DePorter, istilah kuantum bermakna “interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya” dan istilah pembelajaran kuantum bermakna “interaksi-teraksi yang mengubah energi menjadi cahaya karena semua kehidupan adalah energi”. Di samping itu, dalam pembelajaran kuantum diyakini juga adanya keberagaman dan intedeterminisme. Konsep dan keyakinan ini lebih merupakan analogi rumus Teori Relativitas Einstein, bukan transformasi rumus Teori Relativitas Einstein. Hal ini makin tampak bila disimak pernyataan DePorter bahwa “Rumus yang terkenal dalam fisika kuantum adalah massa kali kecepatan cahaya kuadrat sama dengan energi. Mungkin Anda sudah pernah melihat persamaan ini ditulis sebagai E=mc2. Tubuh kita secara fisik adalah materi. Sebagai pelajar, tujuan kita adalah meraih sebanyak mungkin cahaya: interaksi, hubungan, inspirasi agar menghasilkan energi cahaya” (1999:16). Jelaslah di sini bahwa prinsip-prinsip pembelajaran kuantum bukan penurunan, adaptasi, modifikasi atau transformasi prinsip-prinsip fisika kuantum, melainkan hanya sebuah analogi prinsip relativitas Einstein, bahkan analogi term/konsep saja. Jadi, akar landasan pembelajaran kuantum bukan fisika kuantum.
Pembelajaran kuantum sesungguhnya merupakan ramuan atau rakitan dari berbagai teori atau pandangan psikologi kognitif dan pemrograman neurologi/neurolinguistik yang jauh sebelumnya sudah ada. Di samping itu, ditambah dengan pandangan-pandangan pribadi dan temuan-temuan empiris yang diperoleh DePorter ketika mengembangkan konstruk awal pembelajaran kuantum. Hal ini diakui sendiri oleh DePorter. Dalam Quantum Learning (1999:16) dia mengatakan sebagai berikut.
Quantum Learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepartan belajar, dan NLP dengan teori, keyakinan, dan metode kami sendiri. Termasuk di antaranya konsep-konsep kunci dari berbagai teori dan strategi belajar yang lain, seperti:
• Teori otak kanan/kiri
• Teori otak triune (3 in 1)
• Pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik)
• Teori kecerdasan ganda
• Pendidikan holistik (menyeluruh)
• Belajar berdasarkan pengalaman
• Belajar dengan simbol
• Simulasi/permainan
Sementara itu, dalam Quantum Teaching (2000:4) dikatakannya sebagai berikut.
Quantum Teaching adalah badan ilmu pengetahuan dan metodologi yang digunakan dalam rancangan, penyajian, dan fasilitasi SuperCamp. Diciptakan berdasarkan teori-teori pendidikan seperti Accelerated Learning (Lozanov), Multiple Intelegences (Gardner), Neuro-Linguistic Programming (Grinder dan Bandler), Experiential Learning (Hahn), Socratic Inquiry, Cooperative Learning (Johnson dan Johnson), dan Element of Effective Instruction (Hunter).
Dua kutipan tersebut dengan gamblang menunjukkan bahwa ada bermacam-macam akar pandangan dan pikiran yang menjadi landasan pembelajaran kuantum. Pelbagai akar pandangan dan pikiran itu diramu, bahkan disatukan dalam sebuah model teoretis yang padu dan utuh hingga tidak tampak lagi asalnya – pada gilirannya model teoretis tersebut diujicobakan secara sistemis sampai ditemukan bukti-bukti empirisnya.
Di antara berbagai akar pandangan dan pikiran yang menjadi landasan pembelajaran kuantum yang dikemukakan oleh DePorter di atas, tidak dapat dipungkiri bahwa pandangan-pandangan teori sugestologi atau pembelajaran akseleratif Lozanov, teori kecerdasan ganda Gardner, teori pemrograman neurolinguistik (NLP) Grinder dan Bandler, dan pembelajaran eksperensial [berdasarkan pengalaman] Hahn serta temuan-temuan mutakhir neurolinguistik mengenai peranan dan fungsi otak kanan mendominasi atau mewarnai secara kuat sosok [profil] pembelajaran kuantum. Teori kecerdasan ganda, teori pemograman neurolinguistik, dan temuan-temuan mutakhir neurolinguistik sangat berpengaruh terhadap pandangan dasar pembelajaran kuantum mengenai kemampuan manusia selaku pembelajar – khususnya kemampuan otak dan pikiran pembelajar. Selain itu, dalam batas tertentu teori dan temuan tersebut juga berpengaruh terhadap pandangan dasar pembelajaran kuantum tentang perancangan, penyajian, dan pemudahan [fasilitasi] proses pembelajaran untuk mengembangkan dan melejitkan potensi-diri pembelajar – khususnya kemampuan dan kekuatan pikiran pembelajar. Sementara itu, pembelajaran akseleratif, pembelajaran eksperensial, dan pembelajaran kooperatif sangat berpengaruh terhadap pandangan dasar pembelajaran kuantum terhadap kiat-kiat merancang, menyajikan, mengelola, memudahkan, dan atau mengorkestrasi proses pembelajaran yang efektif dan optimal – termasuk kiat memperlakukan faktor-faktor yang menentukan keberhasilan proses pembelajaran.
KARAKTERISTIK UMUM
Walaupun memiliki akar landasan bermacam-macam sebagaimana dikemukakan di atas, pembelajaran kuantum memiliki karakteristik umum yang dapat memantapkan dan menguatkan sosoknya. Beberapa karakteristik umum yang tampak membentuk sosok pembelajaran kuantum sebagai berikut.
• Pembelajaran kuantum berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika kuantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep kuantum dipakai. Oleh karena itu, pandangan tentang pembelajaran, belajar, dan pembelajar diturunkan, ditransformasikan, dan dikembangkan dari berbagai teori psikologi kognitif; bukan teori fisika kuantum. Dapat dikatakan di sini bahwa pembelajaran kuantum tidak berkaitan erat dengan fisika kuantum – kecuali analogi beberapa konsep kuantum. Hal ini membuatnya lebih bersifat kognitif daripada fisis.
• Pembelajaran kuantum lebih bersifat humanistis, bukan positivistis-empiris, “hewan-istis”, dan atau nativistis. Manusia selaku pembelajar menjadi pusat perhatiannya. Potensi diri, kemampuan pikiran, daya motivasi, dan sebagainya dari pembelajar diyakini dapat berkembang secara maksimal atau optimal. Hadiah dan hukuman dipandang tidak ada karena semua usaha yang dilakukan manusia patut dihargai. Kesalahan dipandang sebagai gejala manusiawi. Ini semua menunjukkan bahwa keseluruhan yang ada pada manusia dilihat dalam perspektif humanistis.
• Pembelajaran kuantum lebih bersifat konstruktivis(tis), bukan positivistis-empiris, behavioristis, dan atau maturasionistis. Karena itu, menurut hemat penulis, nuansa konstruktivisme dalam pembelajaran kuantum relatif kuat. Malah dapat dikatakan di sini bahwa pembelajaran kuantum merupakan salah satu cerminan filsafat konstruktivisme kognitif, bukan konstruktivisme sosial. Meskipun demikian, berbeda dengan konstruktivisme kognitif lainnya yang kurang begitu mengedepankan atau mengutamakan lingkungan, pembelajaran kuantum justru menekankan pentingnya peranan lingkungan dalam mewujudkan pembelajaran yang efektif dan optimal dan memudahkan keberhasilan tujuan pembelajaran.
• Pembelajaran kuantum berupaya memadukan [mengintegrasikan], menyinergikan, dan mengolaborasikan faktor potensi-diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan [fisik dan mental] sebagai konteks pembelajaran. Atau lebih tepat dikatakan di sini bahwa pembelajaran kuantum tidak memisahkan dan tidak membedakan antara res cogitans dan res extenza, antara apa yang di dalam dan apa yang di luar. Dalam pandangan pembelajaran kuantum, lingkungan fisikal-mental dan kemampuan pikiran atau diri manusia sama-sama pentingnya dan saling mendukung. Karena itu, baik lingkungan maupun kemampuan pikiran atau potensi diri manusia harus diperlakukan sama dan memperoleh stimulan yang seimbang agar pembelajaran berhasil baik.
• Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekadar transaksi makna. Dapat dikatakan bahwa interaksi telah menjadi kata kunci dan konsep sentral dalam pembelajaran kuantum. Karena itu, pembelajaran kuantum memberikan tekanan pada pentingnya interaksi, frekuensi dan akumulasi interaksi yang bermutu dan bermakna. Di sini proses pembelajaran dipandang sebagai penciptaan interaksi-interaksi bermutu dan bermakna yang dapat mengubah energi kemampuan pikiran dan bakat alamiah pembelajar menjadi cahaya-cahaya yang bermanfaat bagi keberhasilan pembelajar. Interaksi yang tidak mampu mengubah energi menjadi cahaya harus dihindari, kalau perlu dibuang jauh dalam proses pembelajaran. Dalam kaitan inilah komunikasi menjadi sangat penting dalam pembelajaran kuantum.
• Pembelajaran kuantum sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi. Di sini pemercepatan pembelajaran diandaikan sebagai lompatan kuantum. Pendeknya, menurut pembelajaran kuantum, proses pembelajaran harus berlangsung cepat dengan keberhasilan tinggi. Untuk itu, segala hambatan dan halangan yang dapat melambatkan proses pembelajaran harus disingkirkan, dihilangkan, atau dieliminasi. Di sini pelbagai kiat, cara, dan teknik dapat dipergunakan, misalnya pencahayaan, iringan musik, suasana yang menyegarkan, lingkungan yang nyaman, penataan tempat duduk yang rileks, dan sebagainya. Jadi, segala sesuatu yang menghalangi pemercepatan pembelajaran harus dihilangkan pada satu sisi dan pada sisi lain segala sesuatu yang mendukung pemercepatan pembelajaran harus diciptakan dan dikelola sebaik-baiknya.
• Pembelajaran kuantum sangat menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran, bukan keartifisialan atau keadaan yang dibuat-buat. Kealamiahan dan kewajaran menimbulkan suasana nyaman, segar, sehat, rileks, santai, dan menyenangkan, sedang keartifisialan dan kepura-puraan menimbulkan suasana tegang, kaku, dan membosankan. Karena itu, pembelajaran harus dirancang, disajikan, dikelola, dan difasilitasi sedemikian rupa sehingga dapat diciptakan atau diwujudkan proses pembelajaran yang alamiah dan wajar. Di sinilah para perancang dan pelaksana pembelajaran harus bekerja secara proaktif dan suportif untuk menciptakan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran.
• Pembelajaran kuantum sangat menekankan kebermaknaan dan kebermutuan proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang tidak bermakna dan tidak bermutu membuahkan kegagalan, dalam arti tujuan pembelajaran tidak tercapai. Sebab itu, segala upaya yang memungkinkan terwujudnya kebermaknaan dan kebermutuan pembelajaran harus dilakukan oleh pengajar atau fasilitator. Dalam hubungan inilah perlu dihadirkan pengalaman yang dapat dimengerti dan berarti bagi pembelajar, terutama pengalaman pembelajar perlu diakomodasi secara memadai. Pengalaman yang asing bagi pembelajar tidak perlu dihadirkan karena hal ini hanya membuahkan kehampaan proses pembelajaran. Untuk itu, dapat dilakukan upaya membawa dunia pembelajar ke dalam dunia pengajar pada satu pihak dan pada pihak lain mengantarkan dunia pengajar ke dalam dunia pembelajar. Hal ini perlu dilakukan secara seimbang.
• Pembelajaran kuantum memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran. Konteks pembelajaran meliputi suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang menggairahkan atau mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis. Isi pembelajaran meliputi penyajian yang prima, pemfasilitasan yang lentur, keterampilan belajar-untuk-belajar, dan keterampilan hidup. Konteks dan isi ini tidak terpisahkan, saling mendukung, bagaikan sebuah orkestra yang memainkan simfoni. Pemisahan keduanya hanya akan membuahkan kegagalan pembelajaran. Kepaduan dan kesesuaian keduanya secara fungsional akan membuahkan keberhasilan pembelajaran yang tinggi; ibaratnya permainan simfoni yang sempurna yang dimainkan dalam sebuah orkestra.
• Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada pembentukan keterampilan akademis, keterampilan [dalam] hidup, dan prestasi fisikal atau material. Ketiganya harus diperhatikan, diperlakukan, dan dikelola secara seimbang dan relatif sama dalam proses pembelajaran; tidak bisa hanya salah satu di antaranya. Dikatakan demikian karena pembelajaran yang berhasil bukan hanya terbentuknya keterampilan akademis dan prestasi fisikal pembelajar, namun lebih penting lagi adalah terbentuknya keterampilan hidup pembelajar. Untuk itu, kurikulum harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat terwujud kombinasi harmonis antara keterampilan akademis, keterampilan hidup, dan prestasi fisikal.
• Pembelajaran kuantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran. Tanpa nilai dan keyakinan tertentu, proses pembelajaran kurang bermakna. Untuk itu, pembelajar harus memiliki nilai dan keyakinan tertentu yang positif dalam proses pembelajaran. Di samping itu, proses pembelajaran hendaknya menanamkan nilai dan keyakinan positif dalam diri pembelajar. Nilai dan keyakinan negatif akan membuahkan kegagalan proses pembelajaran. Misalnya, pembelajar perlu memiliki keyakinan bahwa kesalahan atau kegagalan merupakan tanda telah belajar; kesalahan atau kegagalan bukan tanda bodoh atau akhir segalanya. Dalam proses pembelajaran dikembangkan nilai dan keyakinan bahwa hukuman dan hadiah (punishment dan reward) tidak diperlukan karena setiap usaha harus diakui dan dihargai. Nilai dan keyakinan positif seperti ini perlu terus-menerus dikembangkan dan dimantapkan. Makin kuat dan mantap nilai dan keyakinan positif yang dimiliki oleh pembelajar, kemungkinan berhasil dalam pembelajaran akan makin tinggi. Dikatakan demikian sebab “Nilai-nilai ini menjadi kacamata yang dengannya kita memandang dunia. Kita mengevaluasi, menetapkan prioritas, menilai, dan bertingkah laku berdasarkan cara kita memandang kehidupan melalui kacamata ini”, ungkap DePorter dalam Quantum Business (2000:54).
• Pembelajaran kuantum mengutamakan keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban. Keberagaman dan kebebasan dapat dikatakan sebagai kata kunci selain interaksi. Karena itu, dalam pembelajaran kuantum berkembang ucapan: Selamat datang keberagaman dan kebebasan, selamat tinggal keseragaman dan ketertiban!. Di sinilah perlunya diakui keragaman gaya belajar siswa atau pembelajar, dikembangkannya aktivitas-aktivitas pembelajar yang beragam, dan digunakannya bermacam-macam kiat dan metode pembelajaran. Pada sisi lain perlu disingkirkan penyeragaman gaya belajar pembelajar, aktivitas pembelajaran di kelas, dan penggunaan kiat dan metode pembelajaran.
• Pembelajaran kuantum mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran. Aktivitas total antara tubuh dan pikiran membuat pembelajaran bisa berlangsung lebih nyaman dan hasilnya lebih optimal.
PRINSIP-PRINSIP UTAMA
Prinsip dapat berarti (1) aturan aksi atau perbuatan yang diterima atau dikenal dan (2) sebuah hukum, aksioma, atau doktrin fundamental. Pembelajaran kuantum juga dibangun di atas aturan aksi, hukum, aksioma, dan atau doktrin fundamental mengenai dengan pembelajaran dan pembelajar. Setidak-tidaknya ada tiga macam prinsip utama yang membangun sosok pembelajaran kuantum. Ketiga prinsip utama yang dimaksud sebagai berikut.
1. Prinsip utama pembelajaran kuantum berbunyi: Bawalah Dunia Mereka (Pembelajar) ke dalam Dunia Kita (Pengajar), dan Antarkan Dunia Kita (Pengajar) ke dalam Dunia Mereka (Pembelajar). Setiap bentuk interaksi dengan pembelajar, setiap rancangan kurikulum, dan setiap metode pembelajaran harus dibangun di atas prinsip utama tersebut. Prinsip tersebut menuntut pengajar untuk memasuki dunia pembelajar sebagai langkah pertama pembelajaran selain juga mengharuskan pengajar untuk membangun jembatan otentik memasuki kehidupan pembelajar. Untuk itu, pengajar dapat memanfaatkan pengalaman-pengalaman yang dimiliki pembelajar sebagai titik tolaknya. Dengan jalan ini pengajar akan mudah membelajarkan pembelajar baik dalam bentuk memimpin, mendampingi, dan memudahkan pembelajar menuju kesadaran dan ilmu yang lebih luas. Jika hal tersebut dapat dilaksanakan, maka baik pembelajar maupun pembelajar akan memperoleh pemahaman baru. Di samping berarti dunia pembelajar diperluas, hal ini juga berarti dunia pengajar diperluas. Di sinilah Dunia Kita menjadi dunia bersama pengajar dan pembelajar. Inilah dinamika pembelajaran manusia selaku pembelajar.
2. Dalam pembelajaran kuantum juga berlaku prinsip bahwa proses pembelajaran merupakan permainan orkestra simfoni. Selain memiliki lagu atau partitur, pemainan simfoni ini memiliki struktur dasar chord. Struktur dasar chord ini dapat disebut prinsip-prinsip dasar pembelajaran kuantum. Prinsip-prinsip dasar ini ada lima macam berikut ini.
 Ketahuilah bahwa Segalanya Berbicara
Dalam pembelajaran kuantum, segala sesuatu mulai lingkungan pembelajaran sampai dengan bahasa tubuh pengajar, penataan ruang sampai sikap guru, mulai kertas yang dibagikan oleh pengajar sampai dengan rancangan pembelajaran, semuanya mengirim pesan tentang pembelajaran.
 Ketahuilah bahwa Segalanya Betujuan
Semua yang terjadi dalam proses pengubahan energi menjadi cahaya mempunyai tujuan. Tidak ada kejadian yang tidak bertujuan. Baik pembelajar maupun pengajar harus menyadari bahwa kejadian yang dibuatnya selalu bertujuan.
• Sadarilah bahwa Pengalaman Mendahului Penamaan
Proses pembelajaran paling baik terjadi ketika pembelajar telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari. Dikatakan demikian karena otak manusia berkembang pesat dengan adanya stimulan yang kompleks, yang selanjutnya akan menggerakkan rasa ingin tahu.
• Akuilah Setiap Usaha yang Dilakukan dalam Pembelajaran
Pembelajaran atau belajar selalu mengandung risiko besar. Dikatakan demikian karena pembelajaran berarti melangkah keluar dari kenyamanan dan kemapanan di samping berarti membongkar pengetahuan sebelumnya. Pada waktu pembelajar melakukan langkah keluar ini, mereka patut memperoleh pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka. Bahkan sekalipun mereka berbuat kesalahan, perlu diberi pengakuan atas usaha yang mereka lakukan.
• Sadarilah bahwa Sesuatu yang Layak Dipelajari Layak Pula Dirayakan
Segala sesuatu yang layak dipelajari oleh pembelajar sudah pasti layak pula dirayakan keberhasilannya. Perayaaan atas apa yang telah dipelajari dapat memberikan balikan mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan pembelajaran.
3. Dalam pembelajaran kuantum juga berlaku prinsip bahwa pembelajaran harus berdampak bagi terbentuknya keunggulan. Dengan kata lain, pembelajaran perlu diartikan sebagai pembentukan keunggulan. Oleh karena itu, keunggulan ini bahkan telah dipandang sebagai jantung fondasi pembelajaran kuantum. Ada delapan prinsip keunggulan – yang juga disebut delapan kunci keunggulan – yang diyakini dalam pembelajaran kuantum. Delapan kunci keunggulan itu sebagai berikut.
• Terapkanlah Hidup dalam Integritas
Dalam pembelajaran, bersikaplah apa adanya, tulus, dan menyeluruh yang lahir ketika nilai-nilai dan perilaku kita menyatu. Hal ini dapat meningkatkan motivasi belajar yang pada gilirannya mencapai tujuan belajar. Dengan kata lain, integritas dapat membuka pintu jalan menuju prestasi puncak.
• Akuilah Kegagalan Dapat Membawa Kesuksesan
Dalam pembelajaran, kita harus mengerti dan mengakui bahwa kesalahan atau kegagalan dapat memberikan informasi kepada kita yang diperlukan untuk belajar lebih lanjut sehingga kita dapat berhasil. Kegagalan janganlah membuat cemas terus menerus dan diberi hukuman karena kegagalan merupakan tanda bahwa seseorang telah belajar.
• Berbicaralah dengan Niat Baik
Dalam pembelajaran, perlu dikembangkan keterampilan berbicara dalam arti positif dan bertanggung jawab atas komunikasi yang jujur dan langsung. Niat baik berbicara dapat meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi belajar pembelajar.
• Tegaskanlah Komitmen
Dalam pembelajaran, baik pengajar maupun pembelajar harus mengikuti visi-misi tanpa ragu-ragu, tetap pada rel yang telah ditetapkan. Untuk itu, mereka perlu melakukan apa saja untuk menyelesaikan pekerjaan. Di sinilah perlu dikembangkan slogan: Saya harus menyelesaikan pekerjaan yang memang harus saya selesaikan, bukan yang hanya saya senangi.
• Jadilah Pemilik
Dalam pembelajaran harus ada tanggung jawab. Tanpa tanggung jawab tidak mungkin terjadi pembelajaran yang bermakna dan bermutu. Karena itu, pengajar dan pembelajar harus bertanggung jawab atas apa yang menjadi tugas mereka. Mereka hendaklah menjadi manusia yang dapat diandalkan, seseorang yang bertanggung jawab.
• Tetaplah Lentur
Dalam pembelajaran, pertahankan kemampuan untuk mengubah yang sedang dilakukan untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Pembelajar, lebih-lebih pengajar, harus pandai-pandai membaca lingkungan dan suasana, dan harus pandai-pandai mengubah lingkungan dan suasana bilamana diperlukan. Misalnya, di kelas guru dapat saja mengubah rencana pembelajaran bilamana diperlukan demi keberhasilan siswa-siswanya; jangan mati-matian mempertahankan rencana pembelajaran yang telah dibuat.
• Pertahankanlah Keseimbangan
Dalam pembelajaran, pertahankan jiwa, tubuh, emosi, dan semangat dalam satu kesatuan dan kesejajaran agar proses dan hasil pembelajaran efektif dan optimal. Tetap dalam keseimbangan merupakan proses berjalan yang membutuhkan penyesuaian terus-menerus sehingga diperlukan sikap dan tindakan cermat dari pembelajar dan pengajar.
PANDANGAN TENTANG PEMBELAJARAN DAN PEMBELAJAR
Selain memiliki karakteristik umum dan prinsip-prinsip utama seperti dikemukakan di atas, pembelajaran kuantum memiliki pandangan tertentu tentang pembelajaran dan pembelajar. Beberapa pandangan mengenai pembelajaran dan pembelajar yang dimaksud dapat dikemukakan secara ringkas berikut.
• Pembelajaran berlangsung secara aktif karena pembelajar itu aktif dan kreatif. Bukti keaktifan dan kekreatifan itu dapat ditemukan dalam peranan dan fungsi otak kanan dan otak kiri pembelajar. Pembelajaran pasif mengingkari kenyataan bahwa pembelajar itu aktif dan kreatif, mengingkari peranan dan fungsi otak kanan dan otak kiri.
• Pembelajaran berlangsung efektif dan optimal bila didasarkan pada karakteristik gaya belajar pembelajar sehingga penting sekali pemahaman atas gaya belajar pembelajar. Setidak-tidaknya ada tiga gaya belajar yang harus diperhitungkan dalam proses pembelajaran, yaitu gaya auditoris, gaya visual, dan gaya kinestetis.
• Pembelajaran berlangsung efektif dan optimal bila tercipta atau terdapat suasana nyaman, menyenangkan, rileks, sehat, dan menggairahkan sehingga kenyamanan, kesenangan, kerileksan, dan kegairahan dalam pembelajaran perlu diciptakan dan dipelihara. Pembelajar dapat mencapai hasil optimal bila berada dalam suasana nyaman, menyenangkan, rileks, sehat, dan menggairahkan. Untuk itu, baik lingkungan fisikal, lingkungan mental, dan suasana harus dirancang sedemikian rupa agar membangkitkan kesan nyaman, rileks, menyenangkan, sehat, dan menggairahkan.
• Pembelajaran melibatkan lingkungan fisikal-mental dan kemampuan pikiran atau potensi diri pembelajar secara serempak. Oleh karena itu, penciptaan dan pemeliharaan lingkungan yang tepat sangat penting bagi tercapainya proses pembelajaran yang efektif dan optimal. Dalam konteks inilah perlu dipelihara suasana positif, aman, suportif, santai, dan menyenangkan; lingkungan belajar yang nyaman, membangkitkan semangat, dan bernuansa musikal; dan lingkungan fisik yang partisipatif, saling menolong, mengandung permainan, dan sejenisnya.
• Pembelajaran terutama pengajaran membutuhkan keserasian konteks dan isi. Segala konteks pembelajaran perlu dikembangkan secara serasi dengan isi pembelajaran. Untuk itulah harus diciptakan dan dipelihara suasana yang memberdayakan atau menggairahkan, landasan yang kukuh, lingkungan fisikal-mental yang mendukung, dan rancangan pembelajaran yang dinamis. Selain itu, perlu juga diciptakan dan dipelihara penyajian yang prima, pemfasilitasan yang lentur, keterampilan belajar yang merangsang untuk belajar, dan keterampilan hidup yang suportif.
• Pembelajaran berlangsung optimal bilamana ada keragaman dan kebebasan karena pada dasarnya pembelajar amat beragam dan memerlukan kebebasan. Karena itu, keragaman dan kebebasan perlu diakui, dihargai, dan diakomodasi dalam proses pembelajaran. Keseragaman dan ketertiban (dalam arti kekakuan) harus dihindari karena mereduksi dan menyederhanakan potensi dan karakteristik pembelajar. Potensi dan karakteristik pembelajar sangat beragam yang memerlukan suasana bebas untuk aktualisasi atau artikulasi.
PENUTUP
Berdasarkan paparan di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran kuantum merupakan sebuah falsafah dan metodologi pembelajaran yang umum yang dapat diterapkan baik di dalam lingkungan bisnis, lingkungan rumah, lingkungan perusahanan, maupun di dalam lingkungan sekolah (pengajaran). Secara konseptual, falsafah dan metodologi pembelajaran kuantum membawa angin segar bagi dunia pembelajaran di Indonesia sebab karakteristik, prinsip-prinsip, dan pandangan-pandangannya jauh lebih menyegarkan daripada falsafah dan metodologi pembelajaran yang sudah ada (yang dominan watak behavioristis dan rasionalisme Cartesiannya). Meskipun demikian, secara nyata, keterandalan dan kebaikan falsafah dan metodologi pembelajaran kuantum ini masih perlu diuji dan dikaji lebih lanjut. Lebih-lebih kemungkinan penerapannya dalam lingkungan Indonesia baik lingkungan rumah, lingkungan perusahaan, lingkungan bisnis maupun lingkungan kelas/sekolah (baca: pengajaran). Khusus penerapannya di lingkungan kelas menuntut perubahan pola berpikir para pelaksana pengajaran, budaya pengajaran dan pendidikan, dan struktur organisasi sekolah dan struktur pembelajaran. Jika perubahan-perubahan tersebut dapat dilakukan niscaya pembelajaran kuantum dapat dilaksanakan dengan hasil yang optimal.
DAFTAR RUJUKAN
DePorter, Bobbi dan Mike Hernacki. 1999. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Penerbit KAIFA.
DePorter, Bobbi dan Mike Hernacki. 2000. Quantum Business: Membiasakan Bisnis secara Etis dan Sehat. Bandung: Penerbit KAIFA.
DePorter, Bobbi, Mark Reardon, dan Sarah Singer-Nourie. 2001. Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Bandung: Penerbit KAIFA.
Dryden, Gordon dan Jeanette Vos. 1999. The Learning Revolution: To Change the Way the World Learns. Selandia Baru: The Learning Web.
Giddens, Anthony. 2001. Runway World. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Meier, Dave. 2000. The Accelerated Learning Handbook. New York: McGraw-Hill.
Silberman, Melvin L. 1996. Active Learning: 101 Step to Teach Any Subject. Massachusetts: A Simon and Schuster Company.
Quantum learning
ialah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat
mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu
proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Beberapa teknik yang dikemukakan
merupakan teknik meningkatkan kemampuan diri yang sudah populer dan umum
digunakan. Namun, Bobbi DePorter mengembangkan teknik-teknik yang sasaran
akhirnya ditujukan untuk membantu para siswa menjadi responsif dan bergairah
dalam menghadapi tantangan dan perubahan realitas (yang terkait dengan sifat
jurnalisme). Quantum learning berakar dari upaya Georgi Lozanov, pendidik
berkebangsaan Bulgaria.
Ia melakukan eksperimen yang disebutnya suggestology (suggestopedia).
Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi
belajar, dan setiap detil apa pun memberikan sugesti positif atau negatif.
Untuk mendapatkan sugesti positif, beberapa teknik digunakan. Para
murid di dalam kelas dibuat menjadi nyaman. Musik dipasang, partisipasi mereka
didorong lebih jauh. Poster-poster besar, yang menonjolkan informasi, ditempel.
Guru-guru yang terampil dalam seni pengajaran sugestif bermunculan.
Prinsip suggestology
hampir mirip dengan proses accelerated learning, pemercepatan belajar: yakni,
proses belajar yang memungkinkan siswa belajar dengan kecepatan yang
mengesankan, dengan upaya yang normal, dan dibarengi kegembiraan. Suasana
belajar yang efektif diciptakan melalui campuran antara lain unsur-unsur
hiburan, permainan, cara berpikir positif, dan emosi yang sehat.
“Quantum learning mencakup
aspek-aspek penting dalam program neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian
tentang bagaimana otak mengatur informasi. Program ini meneliti hubungan antara
bahasa dan perilaku dan dapat digunakan untuk menciptakan jalinan pengertian
siswa dan guru. Para pendidik dengan pengetahuan NLP
mengetahui bagaimana menggunakan bahasa yang positif untuk meningkatkan
tindakan-tindakan posistif – faktor penting untuk merangsang fungsi otak yang
paling efektif. Semua ini dapat pula menunjukkan dan menciptakan gaya
belajar terbaik dari setiap orang (Bobby De Porter dan Hernacki, 1992)
Selanjutnya Porter dkk
mendefinisikan quantum learning sebagai “interaksi-interaksi yang mengubah
energi menjadi cahaya.” Mereka mengamsalkan kekuatan energi sebagai bagian
penting dari tiap interaksi manusia. Dengan mengutip rumus klasik E = mc2,
mereka alihkan ihwal energi itu ke dalam analogi tubuh manusia yang “secara
fisik adalah materi”. “Sebagai pelajar, tujuan kita adalah meraih sebanyak
mungkin cahaya: interaksi, hubungan, inspirasi agar menghasilkan energi
cahaya”. Pada kaitan inilah, quantum learning menggabungkan sugestologi, teknik
pemercepatan belajar, dan NLP dengan teori, keyakinan, dan metode tertentu.
Termasuk konsep-konsep kunci dari teori dan strategi belajar, seperti: teori
otak kanan/kiri, teori otak triune (3 in 1), pilihan modalitas (visual,
auditorial, dan kinestik), teori kecerdasan ganda, pendidikan holistik, belajar
berdasarkan pengalaman, belajar dengan simbol (metaphoric learning),
simulasi/permainan.
Beberapa hal yang penting
dicatat dalam quantum learning adalah sebagai berikut. Para
siswa dikenali tentang “kekuatan pikiran” yang tak terbatas. Ditegaskan bahwa
otak manusia mempunyai potensi yang sama dengan yang dimilliki oleh Albert
Einstein. Selain itu, dipaparkan tentang bukti fisik dan ilmiah yang memerikan
bagaimana proses otak itu bekerja. Melalui hasil penelitian Global Learning,
dikenalkan bahwa proses belajar itu mirip bekerjanya otak seorang anak 6-7
tahun yang seperti spons menyerap berbagai fakta, sifat-sifat fisik, dan
kerumitan bahasa yang kacau dengan “cara yang menyenangkan dan bebas stres”.
Bagaimana faktor-faktor umpan balik dan rangsangan dari lingkungan telah
menciptakan kondisi yang sempurna untuk belajar apa saja. Hal ini menegaskan
bahwa kegagalan, dalam belajar, bukan merupakan rintangan. Keyakinan untuk
terus berusaha merupakan alat pendamping dan pendorong bagi keberhasilan dalam
proses belajar. Setiap keberhasilan perlu diakhiri dengan “kegembiraan dan
tepukan.”

Berdasarkan penjelasan
mengenai apa dan bagaimana unsur-unsur dan struktur otak manusia bekerja,
dibuat model pembelajaran yang dapat mendorong peningkatan kecerdasan
linguistik, matematika, visual/spasial, kinestetik/perasa, musikal,
interpersonal, intarpersonal, dan intuisi. Bagaimana mengembangkan fungsi motor
sensorik (melalui kontak langsung dengan lingkungan), sistem emosional-kognitif
(melalui bermain, meniru, dan pembacaan cerita), dan kecerdasan yang lebih
tinggi (melalui perawatan yang benar dan pengondisian emosional yang sehat).
Bagaimana memanfaatkan cara berpikir dua belahan otak “kiri dan kanan”. Proses
berpikir otak kiri (yang bersifat logis, sekuensial, linear dan rasional),
misalnya, dikenakan dengan proses pembelajaran melalui tugas-tugas teratur yang
bersifat ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi auditorial, menempatkan
detil dan fakta, fonetik, serta simbolisme.Proses berpikir otak kanan
(yang bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik), dikenakan dengan
proses pembelajaran yang terkait dengan pengetahuan nonverbal (seperti perasaan
dan emosi), kesadaran akan perasaan tertentu (merasakan kehadiran orang atau
suatu benda), kesadaran spasial, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni,
kepekaan warna, kreatifitas dan visualisasi.
Semua itu, pada akhirnya,
tertuju pada proses belajar yang menargetkan tumbuhnya “emosi positif, kekuatan
otak, keberhasilan, dan kehormatan diri.” Keempat unsur ini bila digambarkan
saling terkait. Dari kehormatan diri, misalnya, terdorong emosi positif yang
mengembangkan kekuatan otak, dan menghasilkan keberhasilan, lalu (balik lagi)
kepada penciptaan kehormatan diri.
Dari proses inilah, quantum
learning menciptakan konsep motivasi, langkah-langkah menumbuhkan minat, dan
belajar aktif. Membuat simulasi konsep belajar aktif dengan gambaran kegiatan
seperti: “belajar apa saja dari setiap situasi, menggunakan apa yang Anda
pelajari untuk keuntungan Anda, mengupayakan agar segalanya terlaksana,
bersandar pada kehidupan.” Gambaran ini disandingkan dengan konsep belajar
pasif yang terdiri dari: “tidak dapat melihat adanya potensi belajar,
mengabaikan kesempatan untuk berkembang dari suatu pengalaman belajar,
membiarkan segalanya terjadi, menarik diri dari kehidupan.”
Dalam kaitan itu pula, antara
lain, quantum learning mengonsep tentang “menata pentas: lingkungan belajar
yang tepat.” Penataan lingkungan ditujukan kepada upaya membangun dan
mempertahankan sikap positif. Sikap positif merupakan aset penting untuk
belajar. Peserta didik quantum dikondisikan ke dalam lingkungan belajar yang
optimal baik secara fisik maupun mental. Dengan mengatur lingkungan belajar
demikian rupa, para pelajar diharapkan mendapat langkah pertama yang efektif
untuk mengatur pengalaman belajar.
Penataan lingkungan belajar
ini dibagi dua yaitu: lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro
ialah tempat peserta didik melakukan proses belajar (bekerja dan berkreasi).
Quantum learning menekankan penataan cahaya, musik, dan desain ruang, karena
semua itu dinilai mempengaruhi peserta didik dalam menerima, menyerap, dan
mengolah informasi. Ini tampaknya yang menjadi kekuatan orisinalitas quantum
learning. Akan tetapi, dalam kaitan pengajaran umumnya di ruang-ruang
pendidikan di Indonesia,
lebih baik memfokuskan perhatian kepada penataan lingkungan formal dan
terstruktur seperti: meja, kursi, tempat khusus, dan tempat belajar yang
teratur. Target penataannya ialah menciptakan suasana yang menimbulkan
kenyamanan dan rasa santai. Keadaan santai mendorong siswa untuk dapat
berkonsentrasi dengan sangat baik dan mampu belajar dengan sangat mudah.
Keadaan tegang menghambat aliran darah dan proses otak bekerja serta akhirnya
konsentrasi siswa.

Lingkungan makro ialah “dunia
yang luas.” Peserta didik diminta untuk menciptakan ruang belajar di
masyarakat. Mereka diminta untuk memperluas lingkup pengaruh dan kekuatan pribadi,
berinteraksi sosial ke lingkungan masyarakat yang diminatinya. “Semakin siswa
berinteraksi dengan lingkungan, semakin mahir mengatasi sistuasi-situasi yang
menantang dan semakin mudah Anda mempelajari informasi baru,” tulis Porter.
Setiap siswa diminta berhubungan secara aktif dan mendapat rangsangan baru
dalam lingkungan masyarakat, agar mereka mendapat pengalaman membangun gudang
penyimpanan pengertahuan pribadi. Selain itu, berinteraksi dengan masyarakat
juga berarti mengambil peluang-peluang yang akan datang, dan menciptakan
peluang jika tidak ada, dengan catatan terlibat aktif di dalam tiap proses
interaksi tersebut (untuk belajar lebih banyak mengenai sesuatu). Pada
akhirnya, interaksi ini diperlukan untuk mengenalkan siswa kepada kesiapan diri
dalam melakukan perubahan. Mereka tidak boleh terbenam dengan situasi status
quo yang diciptakan di dalam lingkungan mikro. Mereka diminta untuk melebarkan
lingkungan belajar ke arah sesuatu yang baru. Pengalaman mendapatkan sesuatu
yang baru akan memperluas “zona aman, nyaman dan merasa dihargai” dari siswa.
STRATEGI PEMBELAJARAN DENGAN QUANTUM
LEARNING
Seperti kita ketahui, di
dalam dua tiga dasa warsa terakhir ini perkembangan teknologi itu berjalan
dengan amat cepat. Teknologi yang di hari keamarin masih dianggap modern
(sunrise teohnology ) bukan tak mungkin hari ini sudah mulai basi (sunset
technology).
Teknologi baru terutama multimedia mempunyai peranan semakin penting dalarn
pembelajaran. Banyak orang percaya bahwa multimedia akan dapat membawa kita
kepada situasi belajar dimana learning with effort akan dapat digantikan dengan
learning with fun. Apalagi dalam pembelajaran orang dewasa, learning with
effort menjadi hal yang cukup menyulitkan untuk dilaksanakan karena berbagai
faktor pembatas, seperti kemauan berusaha, mudah bosan dll. Jadi proses
pembelajaran yang menyenangkan, kreatif, tidak membosankan menjadi pilihan para
guru/fasilitator. Jika situasi belajar seperti ini tidak tercipta, paling tidak
multimedia dapat membuat belajar lebih efektif menurut pendapat beberapa
pengajar.
Pada saat ini kita semua
memahami bahwa proses belajar dipandang sebagai proses yang aktif dan partisipatif,
konstruktif, kumulatif, dan berorientasi pada tujuan pembelajaran, baik Tujuan
Pembelajaran Umum (TPU) maupun Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) untuk mencapai
kompetensi tertentu.
SMK yang sudah mapan pada
umumnya menggunakan teknologi multimedia di dalam kegiatan pembelajaran di
kelas. Pada beberapa tahun lalu yang masih menggunakan Overhead Projector (OHP)
dan menggunakan media Overhead Transparancy (OHT), pada saat ini menjadi tidak
mode dan mulai ditinggalkan. Beberapa kelebihan multimedia seperti tidak perlu
pencetakan hard copy dan dapat dibuat/diedit pada saat mengajar menjadi hal
yang memudahkan guru dalam penyampaian materinya. Berbagai variasi
tampilan/visual bahkan audio mulai dicoba seperti animasi bergerak, potongan
video, rekaman audio, paduan warna dll dibuat untuk mendapatkan sarana bantu
mengajar yang sebaik-baiknya. Bahkan pada beberapa kesempatan telah diadakan
ToT Multimedia dan juga In House Training
Pembelajaran yang Efektif
Sejauh ini multimedia mampu
mengubah pembelajaran secara drastis dan fundamental. Namun pertanyaannya
adalah, kapan multimedia efektif digunakan dalam proses pembelajaran peserta
diktat ? dan mengapa efektif ?
Untuk dapat menjawab pertanyaan
di atas, kita harus merniliki pemahaman yang menyeluruh tentang multimedia.
Ketika membahas multimedia, biasanya yang kita maksudkan adalah gabungan
alat-alat teknik seperti komputer, memori elektronik, jaringan informasi, dan
alat-alat display yang dapat menyajikan informasi melalui berbagai format
seperti teks, gambar nyata atau grafik dan melalui multi saluran sensorik. Hal
ini analog dengan pernikiran jika kita menganggap komputer sebagai mesin tik
misalnya. Padahal komputer jelas-jelas merniliki berbagai fungsi dan manfaat yang
lebih banyak dibanding mesin tik manual.
Beberapa kesalahan konsep mengenai multimedia dapat diringkas sebagai berikut :
1.Sebagian besar pengguna teknologi multi media masih menganggap multi media
hanya sebagai alat penampil suatu materi yang akan disampaikan
2.Multimedia dipandang sebagai wahana yang selalu memberikan dampak positif
pada pembelajaran.
3.Karena multimedia memanfaatkan banyak ragam media (audio, visual, animasi
gerak, dll) maka serta merta akan menghasilkan proses kognitif yang banyak
pula. Dengan bahasa sederhana dikatakan bahwa dengan memberikan banyak hal
(teks, gambar, animasi, dll.) maka peserta didik akan mendapatkan lebih banyak.
Kembali pada topik terkemuka, sebelum kita mencari jawaban atas pertanyaan di
atas hendaknya kita memaharni level-level pada multimedia. Secara keseluruhan,
multimedia terdiri dari tiga level (Mayer, 2001) yaitu :
1.Level teknis, yaitu multimedia berkaitan dengan alat-alat teknis ; alat-alat
ini dapat diartikan sebagai wahana yang meliputi tanda-tanda (signs).
2.Level semiotik, yaitu representasi hasil multimedia seperti teks, gambar,
grafik, tabel, dll.
3.Level sensorik, yaitu yang berkaitan dengan saluran sensorik yang berfungsi
untuk menerima tanda (signs).
Dengan memanfaatkan ketiga level di atas diharapkan kita dapat mengoptimalkan
multimedia dan mendapatkan efektifitas pemanfaatan multimedia pada proses
pembelajaran.
Berikut ini dipaparkan hasil-hasil penelitian berkaitan dengan pemanfaatan
multimedia. Pengaruh multimedia dalam pembelajaran menurut YG Harto Pramono
antara lain :
a.Multi bentuk representasi
b.Animasi
c.Multi saluran sensorik
d.Pembelajaran non-linearitas
e.Interaktivitas.
1.Multi Bentuk Representasi
Yang dimaksud dengan multi
bentuk representasi adalah perpaduan antara teks, gambar nyata, atau grafik.
Berdasarkan hasil penelitian tentang pemanfaatan multi bentuk representasi,
informasi/materi pengajaran melalui teks dapat diingat dengan baik jika
disertai dengan gambar. Hal ini dijelaskan dengan dual coding theory (Paivio,
1986). Menurut teori ini, sistem kognitif manusia terdiri dua sub sistem :
sistem verbal dan sistem gambar (visual). Kata dan kalimat biasanya hanya
diproses dalam sistem verbal (kecuali untuk materi yang bersifat kongkrit), sedangkan
gambar diproses melalui sistem gambar maupun sistem verbal. Jadi dengan adanya
gambar dalam teks dapat meningkatkan memori oleh karena adanya dual coding
dalam memori (bandingkan dengan single coding).
Seseorang yang membaca/memahami
teks yang disertai gambar, aktifitas yang dilakukannya yaitu : memilih
informasi yang relevan dari teks, membentuk representasi proporsi berdasarkan
teks tersebut, dan kemudian mengorganisasi informasi verbal yang diperoleh ke
dalam mental model verbal.
Demikian juga ia memilih informasi yang
relevan dari gambar, lalu membentuk image, dan mengorganisasi informasi visual
yang dipilih ke dalam mental mode visual. Tahap terakhir adalah menghubungkan
'model' yang dibentuk dari teks dengan model yang dibentuk dari gambar .Model
ini kemudian dapat menjelaskan mengapa gambar dalam teks dapat menunjang memori
dan pemahaman peserta didik.
Fitur penting lain dalam
multimedia adalah animasi. Berbagai fungsi animasi antara lain : untuk
mengarahkan perhatian peserta diklat pada aspek penting dari materi yang sedang
dipelajari (tetapi awas, animasi dapat juga mengalihkan perhatian peserta dari
topik utama), Menurut Schnotz dan Bannert (2003), pemahaman melalui teks dan
gambar dapat mendukung pembentukan mental model melalui berbagai route (yang
juga ditunjang oleh latar belakang pengetahuan sebelurnnya atau prior
knowledge).
Menurut model ini, gambar dapat
menggantikan teks dan demikian pula sebaliknya. Model ini dapat juga
menjelaskan perbedaan tiap-tiap individu dalam belajar menggunakan multimedia
Beberapa hasil penelitian menunjukkan peserta diklat yang memiliki latar
belakang pengetahuan sebelurnnya (prior knowledge) tinggi tidak memperoleh
banyak keuntungan dengan adanya gambar pada teks, sedangkan peserta diklat
dengan prior knowledge rendang sangat terbantu dengan adanya gambar pada teks.
Berarti bagi guru/fasilitator
cukup jelas kapan menggunakan gambar pada teks dan kapan tidak menggunakannya.
Tetapi perlu diingat juga bahwa pada dasarnya gambar sebagai penunjang
penjelasan substansi materi yang tertera pada teks, jadi jangan sekali-sekali
porsi gambar melebihi teks yang ada. Juga gambar harus relevan dan berkaitan
dengan narasi pada teks.
2.Animasi
Menurut Reiber (1994) bagian
penting lain pada multimedia adalah animasi. Animasi dapat digunakan untuk
menarik perhatian peserta diklat jika digunakan secara tepat, tetapi sebaliknya
anirnasi juga dapat mengalihkan perhatian dari substansi materi yang
disampaikan ke hiasan animatif yang justru tidak penting. Animasi dapat
membantu proses pelajaran jika peserta diklat banya akan dapat melakukan proses
kognitif jika dibantu dengan animasi, sedangkan tanpa animasi proses kognitif
tidak dapat dilakukan. Berdasarkan penelitian, peserta diklat yang memiliki
latar belakang pendidikan dan pengetahuan rendah cenderung memerlukan bantuan,
salah satunya animasi, untuk menangkap konsep materi yang disampaikan.
3.Multi Saluran Sensorik
Dengan penggunaan multimedia,
peserta diklat sangat dimungkinkan mendapatkan berbagai variasi pemaparan
materi. Atau sebaliknya guru/fasilitator dapat menggunakan berbagai saluran
sensorik yang tersedia pada media tersebut. Dengan penggunaan multi saluran
sensorik, dimungkinkan penggunaan bentuk-bentuk auditif dan visual. Menurut
basil penelitian, pemerolehan pengetahuan melalui teks yang menggunakan gambar
disertai animasi, basil belajar peserta akan lebih baik jika teks disajikan
dalam bentuk auditif dari pada visual.
4.Pembelajaran Non Linear
Pembelajaran non linear
dirnaksudkan sebagai proses pembelajaran yang tidak hanya mengandalkan
materi-materi dari guru/widyaiswara, tetapi peserta diklat hendaknya menambah
pengetahuan dan ketrampilan dari berbagai somber ekstemal seperti narasumber di
lapangan, studi literatur dari beberapa perpustakaan, situs internet, dan
sumber-sumber lain yang relevan dan menunjang peningkatan diri. Berdasarkan
suatu penelitian dikatakan bahwa tingkat pemahaman dengan sistem pembelajaran
non linear merniliki hasil yang lebih baik dibanding peserta diktat mendapatkan
pengetahuan dan ketrampilan hanya dari fasilitator. Jadi tugas guru/fasilitator
untuk dapat merangsang dan menciptakan suatu kondisi semangat menambah ilmu
para peserta diklat dari berbagai sumber lain.
5.Interaktivitas
Interaktivitas disini
diterjermahkan sebagai tingkat interaksi dengan media pembelajaran yang
digunakan, yakni multimedia. Karena kelebihan yang dimiliki multimedia,
memungkinkan bagi siapapun (guru/fasilitator dan peserta diklat) untuk eksplore
dengan memanfaatkan detail-detail di dalam multimedia dalam menunjang kegiatan
pembelajaran. Permasalahannya tinggal bagaimana aktivitas behavioristik
terhadap multimedia memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak (guru
& peserta).
Quantum Learning

Oleh: Agus Wahidi (Guru SMANSA Singkawang)
Quantum learning merupakan suatu kiat, petunjuk, strategi dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman daya ingat, serta belajar sebagai proses yang menyenangkan dan bermakna. Quantum learning mendasarkan pada teori-teori pendidikan (Bobbi de Porter, 1999: 32) seperti Accelaerated Learning (Lozanov), Multiple Inteligences (Gardner), Neuro Lingusitic Programming ( Grinder dan bandler), Experience Learning ( Hahn), Socratic Inquiry, Cooperative Learning (Johnson dan Johnson), dan Element of Efective Instruction (Hunter). Quantum learning dapat mempertajam pemahaman daya ingat karena dalam pembelajarannya merangkai dari semua teori pendidikan di atas menjadi paket yang multisensory, multikecerdasan, dan kompatibel dengan otak.
Quantum learning sebagai metode pembelajaran tidak bisa lepas dari quantum teaching dalam pembahasannya. quantum learning mengambil istilah fisika yaitu setiap bagian atau materi memiliki energy . Istilah Quantum learning ini kemudian berkembang menjadi quantum bussines, dan bagi pedoman guru untuk menerapkan quantum learning menggunkan quantum teaching. quantum learning dari proyeksi siswa dan quantum teaching dari proyeksi guru. Dalam pembelajaran antara guru dan siswa saling terkait dan terintegrasi dalam tercapainya tujuan pembelajaran.
Quantum learning memberdayakan semua yang ada dalam pembelajaran, baik secara konteks ( latar pengalaman guru dan siswa) dan konten (isi). Konteks adalah latar pengalaman guru dan siswa. Konteks merupakan keakraban komponen dalam pembelajaran yaitu guru, siswa, dan kurikulum. Menurut Bobi de Porter (2009: 37 ) konteks terbagi menjadi Lingkungan, suasana, landasan, rancangan. Lingkungan adalah komponen pembelajaran itu sendiri yaitu guru, siswa, kurikulum, dan kelas serta sekolah. Lingkungan meliputi lingkungan secara fisik dan lingkungan secara social. Penataan ruang kelas, dan bagaimana komunikasi antar komponen dalam pembelajaran. Suasana dianalogikan sebagai semangat para konduktor dan pemain musiknya dalam hal ini siswa dan guru.
Quantum Learning mencakup aspek-aspek penting tentang cara otak mengatur informasi. Menurut Bobi DePorter dkk (2009:16), “Quantum Learning adalah interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya”. Dengan mengutip rumus Albert Einstein, yakni E=mc2, DePorter memisalkan kekuatan energi ke dalam analogi tubuh manusia yang secara fisik adalah materi. Sehingga tujuan belajar menurut quantum learning adalah meraih sebanyak mungkin cahaya. Quantum learning mengaktifkan semua bagian dalam pembelajaran baik dari sisi konteks maupun kontennya.
Asas utama dalam Quantum Learning adalah “ Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka “ ( Bobi de Porter, 2009: 36 ). Memasuki dunia murid adalah langkah pertama, dengan memasuki dunia mereka kita mendapat hak mengajar yang diberikan oleh siswa untuk kita dapat menuntun, memimpin dan memudahkan perjalanan mereka menuju kesadaran dan ilmu pengetahuan yang lebih luas. Guru dapat melakukannya dengan cara mengkaitkan yang diajarkan dengan sebuah peristiwa, pikiran, atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, social, atletik, music, seni, rekreasi atau akademis mereka. Setelah kaitan terbentuk, kemudian barulah kita dapat menghantarkan dunia kita ke dunia mereka .
Untuk dapat masuk ke dunia mereka maka dalam QL perlu untuk memahami modalitas belajar siswa. Modalitas belajar siswa yang sudah diketahui adalah visual, auditori, dan kinestetik. Dari setiap modalitas belajar siswa ada cara khusus untuk mengatasinya agar optimal belajarnya. Guru dalam melaksanakan pembelajaran memodifikasi penyampaian materi pembelajaran secara kombinasi sehingga ketiga modalitas belajar siswa dapat terlayani.
Visual, modalitas ini mengakses citra visual yang diciptakan maupun diingat ( Bobbi Deporter, 2009 : 123) . Guru menggunakan media tulisan yang berwarna, atau berupa peta, diagram, berdiri pada saat menyajikan materi, dapat bergerak berpindah setiap berganti pokok pembicaraan atau segmen.
Auditorial, modalitas ini mengakses segala jenis bunyi dan kata diciptakan maupun diingat (Bobbi De Porter, 2009 : 123). Guru dapat menggunakan variasi vocal dalam menyampaikan materi, menggunakan pengulangan, menggunakan music sebagai aba-aba untuk kegiatan rutin .
Kinestetik, modalitas ini mengakses segala jenis gerak dan emosi diciptakan maupun diingat. Guru dapat menggunakan alat bantu saat mengajar untuk menimbulkan rasa ingin tahu. Mencoba berbicara dengan setiap siswa secara pribadi setiap hari. Menggunakan bahasa tubuh jika diperlukan waktu menyampaikan informasi.
Quantum learning mempunyai prisip-prinsip atau kebenaran tetap yang diibaratkan sebagai struktur chord dasar dalam suatu simfoni belajar, prinsip tersebut adalah : Segalanya berbicara, Segalanya bertujuan, Pengalaman sebelum pemberian nama, Akui setiap usaha, Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan. Dari struktur ini kemudian dikembangkan menjadi suatu model pembelajaran Quantum learning yang memiliki cirri yaitu TANDUR ( Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, dan Rayakan).
Tumbuhkan, guru menumbuhkan minat siswa, membuat siswa tertarik atau merasa penasaran tentang materi yang akan kita ajarkan. Pernyataan menciptakan jalinan dan kepemilikan bersama atau kemampuan saling memahami. Penyertaan akan memanfaatkan pengalaman mereka, mencari tanggapan “Yes” dan mendapatkan komitmen untuk menjelajah.
Alami, guru menciptakan atau mendatangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajar. Unsur ini member pengalaman kepada siswa, dan memanfaatkan hasrat alami otak untuk menjelajah. Pengalaman memberikan kesempatan mengajar untuk memanfaatkan pengetahuan dan keingintahuan mereka. Informasi pengalaman ini membuat yang abstrak menjadi konkret.
Namai, guru menyediakan kata kunci, konsep, model, rumus , strategi dan sebuah masukkan. Penamaan memuaskan hasrat alami otak untuk memberikan identitas, mengurutkan, dan mendefinisikan. Penamaan dibangun di atas pengetahuan dan keingintahuan siswa saat itu. Penamaan adalah saatnya mengajarkan konsep, ketrampilan berpikir, dan strategi belajar.
Demonstrasikan , memberi siswa peluang untuk menterjemahkan dan menerapkan pengetahuan mereka kedalam pembelajaran yang lain, dan kedalam kehidupan mereka.
Ulangi, pengulangan memperkuat koneksi saraf dan menumbuhkan rasa “ Aku tahu bahwa aku tahu ini”. Jadi pengulangan harus dilakukan secara multimodalitas dan multikecerdasan, lebih dalam konteks yang berbeda dengan asalnya ( permainan, pertunjukkan, drama dan sebagainya).
Rayakan, perayaan memberi rasa rampung dengan menghormati usaha, ketekunan, dan kesuksesan. Sekali lagi, jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan.
Rancangan pembelajaran dengan Quantum Learning merupakan implikasi dari Quantum Learning terhadap pembelajaran. Implikasi terhadap pembelajaran yaitu diterapkannya model Quantum Learning dalam pembelajaran. Model Quantum Learning mempunyai ciri utama yaitu yang dikenal dengan istilah TANDUR ( Tanamkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan). Ciri utama QL diintepretasikan dalam suatu tahapan pembelajaran sebagai berikut: Fase 1, Pembuatan kesepakatan dan penataan lingkungan belajar yang terbebas dari hambatan pembelajaran. (suasana menyenangkan, komunikasi terbuka, saling memiliki). Fase 2, Menghadirkan pengalaman umum yang dapat dialami siswa. Fase 3, Memberi nama atau kata kunci (symbol) kepada suatu pengetahuan dari pengalaman umum yang dihadirkan dalam bentuk catatan atau peta pikiran. Fase 4, Melakukan presentasi hasil catatan atau peta pikiran pada fase 3. Fase 5, Mendiskusikan presentasi catatan atau peta pikiran. Fase 6, Memberi pengakuan atau penghargaan hasil presentasi .
Metode atau strategi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran Quantum Learning diantaranya adalah : Peta Pikiran, Pasak Lokasi, Catatan TS (Tulis susun), dan Akrostik (Sugiyanto, 2009), Runsump (Aria Djalil, 2009).
Peta pikiran (Mind mapping) merupakan simplifikasi kerja otak yang dituangkan dalam bentuk gambar dua dimensi berupa idea tau konsep yang saling terhubung. Mind Mapping dikembangkan oleh Tony Buzan, untuk melejitkan potensi otak kiri maupun otak kanan. Mind mapping dapat disisipkan gambar atau dibentuk warna warni yang dapat menimbulkan efek extra ordinary pada otak. Mind Mapping ini lebih condong kepada modalitas belajar siswa Visual dan auditori.
Peta konsep (concept mapping), secara fisik peta konsep hampir sama dengan mind mapping. Peta konsep lebih focus pada produk ilmu pengetahuan yang lebih terstruktur, hirarkis, dan terkait. Peta konsep lebih menekankan pada materi atau konsepnya, sedangkan pada mind mapping menekankan pada jalur atau peta psikologi berpikir sehingga mind mapping lebih bebas dari pada peta konsep. Peta Konsep dikembangkan oleh Gowin dan Novak yang berangkat dari teori belajarnya David Ausubel.
Pasak lokasi, metode ini mendasarkan pada modalitas belajar kinestetik, dimana anak diperbolehkan jalan-jalan, tetapi diarahkan kepada kegiatan pembelajaran. Pada setiap lokasi yang dtentukan terjadi proses belajar, yang dimodifikasi oleh guru. Penyusunan lokasi dan tema (materi) pembelajaran dapat menggunakan peta konsep agar lebih terorganisir informasi yang didapatkan siswa dari kegiatan belajarnya.
Catatan Tulis Susun (TS), merupakan teknik mencatat dalam quantum learning mengembang asosiasi memori dengan memberikan komentar atau luapan emosi dapat berupa gambar atau tulisan pada setiap materi yang dicatat. Teknik membuat catatan TS dengan cara membagi 2 kertas dengan memberikan garis vertical, disebelah kiri garis catatan materi dan disebalah kanan yang ruangnya relative lebih sedikit untuk komentar atau luapan emosi siswa, yang bisa membantu mengingat. Sebagai contoh disebelah kiri mencatat tentang jenis koloid berupa sol, emulsi, aerosol,gels maka disebelah kanan dapat memberikan komentar rambut saya bisa seperti ini disertai dengan gambar potongan rambut “Punk Rock”.
Akrostik merupakan metoda mengoptimalkan memori dengan cara membuat akronim dari suatu materi yang harus diingat atau dihafal. Pembuatan akronim ini diusahakan akrab atau familiar dengan kehidupan siswa. Sebagai contoh untuk menghafal unsure kimia golongan IV dengan Cewek sekSi Genit Senang Playboy (C, Si, Ge, Sn, Pb). Atau yang ingin menghafal taksonomi Bloom yang diperbaiki oleh Anderson yaitu mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, menilai, dan menciptakan dengan akronim (NgatMi Rapal NiTa).
Runsump, merupakan bentuk dari quantum reading. Runsump ( Read, Underlining, Note-taking, Sumarrising, Understanding, memorizing, practicing) yang dikembangkan (Aria Djalil ,2009:171) untuk mengoptimalkan mengikat makna dalam membaca dalam meningkatkan prestasi hasil belajar.
Demikian sedikit informasi yang bisa kami sampaikan tentang quantum learning, msih banyak kekurangan dalam penulisan ini sehingga besar harapan kami ada saran dan masukkan untuk menyempurnakan tulisan ini, sekian dan terimakasih.
Surakarta, 20 Mei 2010
Disajikan oleh: Agus Wahidi
Aristoteles said :“ The roots of education are bitter, but the fruits are sweet “
1. Pengaruh Metode Quantum Learning dengan Teknik Peta Pikiran (mind mapping) terhadap Prestasi Belajar Siswa
Prestasi belajar adalah puncak hasil belajar yang dapat mencerminkan hasil keberhasilan belajar siswa terhadap tujuan belajar yang telah ditetapkan. Hasil belajar siswa dapat meliputi aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (tingkah laku). Salah satu tes yang dapat melihat pencapaian hasil belajar sisiwa adalah dengan melakukan tes prestasi belajar. Tes prestasi belajar yang dilaksanakan oleh siswa memiliki peranan penting, baik bagi guru ataupun bagi siswa yang bersangkutan. Bagi guru, tes prestasi belajar dapat mencerminkan sejauh mana materi pelajaran dalam proses belajar dapat diikuti dan diserap oleh siswa sebagai tujuan instruksional. Bagi siswa tes prestasi belajar bermanfaat untuk mengetahui sebagai mana kelemahan-kelemahannya dalam mengikuti pelajaran.
Mind mapping atau pemetaan pikiran merupakan salah satu teknik mencatat tinggi. Informasi berupa materi pelajaran yang diterima siswa dapat diingat dengan bantuan catatan. Peta pikiran merupakan bentuk catatan yang tidak monoton karena mindmapping memadukan fungsi kerja otak secara bersamaan dan saling berkaian satu sama lain. Sehngga akan terjadi keseimbangan kerja kedua belahan otak. Otak dapat menerima informasi berupa gambar, simbol, citra, musik dan lain lain yang berhubungan dengan fungsi kerja otak kanan.
Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang memusatkan kegiatan belajar pada guru. Siswa hanya duduk, menengarkan dan menerima informasi. Cara penerimaan informasi akan kurang efektif karena tidak adanya proses penguatan daya ingat, walaupun ada proses penguatan yang berupa pembuatan catatan, siswa membuat catatan dalam bentuk catatan yang monoton dan linear.
Penggunaan metode pembelajaran yan sesuai sangat menentukan keberhasilan belajar siswa. Dengan metode pembelajaran yang yang sesuai siswa dapat mencapai prestasi belajar yang tinggi dan dapat mengembangkan potensi yang tersimpan dalam dirinya. Metodequantum learning adalah metode yang sangat tepat untuk pencapian hasil belajar yang diinginkan dan untuk pengembangan potensi siswa. proses belajar siswa sangat dipengaruhi oleh emosi di dalam dirinya, emosi dapat mempngaruhi pencapaian hasil belajar apakah hasilnya baik atau buruk. Metode pembelajaran kuantum berusaha menggabungkan kedua belahan otak yakni otak kiri yang berhubungan dengan hal yang bersifat logis (seperti belajar) dan otak kanan yang berhubungan dengan keterampilan (aktivitas kreatif).
Salah satu teknik mencatat yang dikembangkan dalam metode pembelajaran kuantum adalah teknik pemetaan (mind mapping). Dengan digunakannya mind mapping maka akan terjadi keseimbangan kerja kedua belahan otak. Dengan adanya teknik mind mapping atau pemetaan pikiran diduga prestasi siswa akan meningkat.
2. Pengaruh Metode Quantum Learning dengan Teknik Peta Pikiran (Mind Mapping) terhadap kreativitas (sikap kreatif siswa).
Kreativitas adalah segala potensi yang terdapat dalam setiap diri individu yang meliputi ide-ide atau gagasan-gagasan yan dapat dipadukan dan dikembangkan sehingga data menciptakan suatu produk yang baru dan bermanfaat bagi diri dan lingkungannya. Kreativitas muncul karena adanya motivasi yang kuat dari diri individu yang bersangkutan. Produk dari kreativitas dapat dihasilkan melalui serangkaian tahapan yang memerlukan waktu relatif lama. Secara efektif individu kreatif memiliki ciri rasa ingin tahu yan besar, tertarik terhadap tugas-tugas majemuk yang dirasakan sebagai tantangan, berani mengambil resiko untuk membuat kesalahan, mempunyai rasa humor, ingin mencari pengalaman-pengalaman baru
Mind mapping dapat menghubungkan ide baru dan unik dengan ide yang sudah ada , sehingga mnimbulkan adanya tindakan spesifik yang dilakukan oleh siswa. dengan penggunaan warna dan simbol –simbol yang menari akan menciptakan suatu hasil pemetaan pikiran yang baru dan berbeda. Pemetaan pikiran merupakan salah satu produk kreatif yang dihasilkan oleh siswa dalam kegiatan belajar
Siswa cenderung membuat catatan dalam bentuk linier dan panjang sehingga siswa mengalami kesulitan dalam mencari pokok ataupun point-point materi pelajaran yang telah dipelajari. Dalam metode konvensional siswa tidak banyak terlibat baik dari segi berfikir dan bertindak. Siswa hanya menerima informasi yang telah diberikan oleh guru tanpa adanya keterlibatan kegiatan psikomotoriknya.
Sistem limbic pada otak manusia memiliki peranan penting dalam penyimpanan dan pengaturan informasi (memori) dari memori jangka pendek menjadi memori jangka panjang secara tepat. Dalam proses belajar, siswa meginginkan materi pelajaran yang diterima menjadi memori jangka panjang sehingga ketika materi tersebut diperlukan kembali siswa dapat mengingatnya. Belahan neocortex juga memiliki peranan penting dalam penguatan memori. Belahan otak kiri yang berkaitan dengan kata-kata, angka, logika, urutan, dan rincian (aktivitas kademik). Belahan otak kanan berkaitan dengan warna, gambar, imajinasi, dan ruang atau disebut sebagai aktivitas kreatif. Jika kedua belahan neocortex ini dipadukan secara bersamaan maka informasi (memori) yang diterima dapat bertahan menjadi memori jangka panjang. Mindmapping merupakan teknik mencatat yang memadukan kedua belahan otak. Sebagai contoh, catatan materi pelajaran yang dimiliki siswa dapat dituangkan melalui gambar, simbol dan warna. MindMapping mewujudkan harapan siswa untuk memori jangka panjang. Materi pelajaran yang dibuat dalam bentuk peta pikiran akan mempermudah sistem limbic memproses informasi dan memasukkannya menjad memori jangka panjang.
Keuntungan lain penggunaan catatan mind mapping yaitu membiasakan siswa untuk melatih aktivitas kreatifnya sehingga siswa dapat menciptakan suatu produk kreatif yang dapat bermanfaat bagi diri dan lingkungannya. Hal lain yang berkaitan dengan sistim imbik yaitu peranaannya sebagai pengatur emosi seperti marah, senang, lapar, haus dan sebagainya. Emosi sangat diperlukan untuk menciptakan motivasi belajar yang tinggi. Motivasi yang tinggi dapat menambah kepercayaan diri siswa, sehingga siswa tidak ragu dan malu serta mau mengembangkan potensi-potensi yang terdapat dalam dirinya terutama potensi yang berhubungan dengan kreativitas. Pemetaan pikiran yang terdapat dalam pembelajaran kuantum adalah salah satu produk kreatif bentuk sederhana yang dapat dikembangkan. Dengan teknik mencatat pemetaan pikiran diduga kreatifitas(sikap kreatif) siswa akan meningkat.
Sumber: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan - Universitas Pakuan



________________________________________
Review Buku: Quantum Learning
Posted on October 2, 2010 by Agus Siswoyo
Review time is back! Kali ini saya mengulas pokok-pokok pemikiran buku Quantum Learning yang ditulis dua orang bersahabat Bobbi de Porter dan Mike Hernacki. Buku yang saya pegang adalah cetakan ke-16 yang diterbitkan oleh Penerbit Kaifa pada September 2002. Memang sudah lama, tapi kalau lihat frekuensi cetaknya, buku ini mestinya layak dikategorikan mega best seller.
Tagline yang dipilih adalah Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, namun secara umum ide-ide Quantum Learning masih relevan untuk diterapkan dalam bidang-bidang lain kehidupan. Termasuk blogging dan kepenulisan. Mengapa saya katakan demikian? Hal ini didasari oleh ulasan materi buku yang memfokuskan diri pada motivasi, nilai-nilai dan keyakinan diri.
Quantum Learning adalah seperangkat metode dan falsafah belajar yang terbukti efektif untuk semua umur. Pikiran pembaca diajak berpetualang menemukan lingkungan yang kondusif untuk berkreasi, berinteraksi dengan lingkungan, melakukan gerak fisik sebagai perumpamaan untuk mempelajari terobosan baru dan lain-lain. Yuk kita bahas satu per satu.
Lingkungan
Kondisi lingkungan yang bagaimanakah yang membantu aktivitas ngeblog lebih asyik. Yang pertama tentu saja yang aman, santai, menyenangkan dan tidak menjadikan Anda seorang tahanan dalam ‘rumah berpikir’ buatan Anda sendiri. Anda bisa memulainya dengan memanipulasi persepsi otak. Anggap aja prinsip Home Sweet Home tengah berada di hadapan Anda.
Lagi kena deadline tugas penting? Nikmati aja. Sebagian orang justru makin bersemangat nulis dalam kondisi terdesak. Atau justru lagi perang dingin dengan istri di rumah? Kalau yang satu ini jangan tanya saya. Silakan selesaikan dengan cara Anda sendiri.
Suasana
Saat menuangkan ide-ide menulis, pastinya semua blogger mengharapkan suasana nyaman, udara yang segar, cukup penerangan dan membuat rileks. Kalau perlu putarlah musik sesuai selera Anda, biar ada sedikit gereget dan nggak bikin ngantuk.
Bagaimana kalau ngeblog di warnet? Solusinya: warnet kan nggak cuma satu doang. Anda bisa memilih lokasi mana yang asik dijadikan markas ngeblog, nggak dapat bonus nyamuk-nyamuk liar plus bisa berkenalan dengan beberapa pengunjungnya. Kalau gitu kan seger di otak, seger di hati.
Aktivitas Fisik
Mensana in corpore sano, di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Peribahasa ini memang benar. Kalau fisik sudah nggak fit, mau ngapa-ngapain juga malas. Buru-buru ngeblog, mikir cari bahan posting aja sudah kalah sama kepentingan membeli suplemen multivitamin dan penambah darah.
Anda jadi member sebuah gym atau pusat kebugaran? Inilah saatnya olahraga bareng kawan-kawan biar pikiran lebih fresh. Bagi saya, inilah langkah yang paling berat. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, rugi dong sudah bayar iuran tiap bulan tapi nggak pernah memanfaatkan fasilitas.
Metode Pilihan
Kesulitan menulis artikel bisa bermula dari kesalahan memilih metode yang tepat untuk menggali ide. Pilihan yang bisa Anda praktekkan adalah melakukan personifikasi (perumpamaan) sebuah peristiwa jika dikaitkan dengan topik artikel yang sedang Anda bahas. Namanya juga perumpamaan ya nggak harus sama persis. Asal masih ada keterkaitan nilai-nilai, it’s oke dan bisa segera diwujudkan dalam sebuah tulisan.
Atau jika Anda seorang petugas lapangan yang terbiasa melakukan simulasi, simbolisasi ataupun games kreatif, nggak ada salahnya sesekali memboyong pemikiran atraktif ke dalam posting blog Anda. Dijamin berasa lebih seru dan memberikan keunikan tersendiri.
Sumber-sumber
Masih terkait dengan pembahasan tentang pemilihan metode di atas. Yang ini berkenaan dengan sumber-sumber ide yang mengilhami tulisan. Hal ini berupa pengetahuan yang dimiliki, pengalaman diri sendiri ataupun orang lain, hubungan sebuah peristiwa jika dikaitkan dengan kondisi pribadi seseorang ataupun inspirasi yang muncul saat membaca karya orang lain.
Yang saya yakini, sumber ide itu sebenarnya banyak. Tapi tidak semua blogger bersedia mengeksekusi ide tersebut menjadi wujud posting yang dibaca jutaan pengguna internet. Padahal dalam hal blogging dan personal branding, harta terbesar seseorang adalah ide. Jadi, buka mata buka telinga dan buka hati untuk menyambut kedatangan ide-ide segar.
Sebenarnya masih banyak yang mau saya bahas dari buku Quantum Learning. Tapi untuk kali ini, cukup sekian dulu deh. Lain kali akan saya lanjutkan dengan pembahasan yang lebih detail dan bernas. Segala kritik dan saran terhadap tulisan ini silakan dibagi di kolom komentar.

0 komentar: