Senin, 19 April 2010

contoh karya ilmiah

BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar Belakang
Terdapat suatu kenyataan yang sulit dipercaya , bahwa hampir semua
pengguna narkoba mengetahui bahaya dari narkoba , namun hanya sedikit
yang bersedia dan berhasil untuk menghentikan kebiasaannya tersebut .
Ancaman penyakit yang mengintai terkadang tidak cukup ampuh untuk
membuat pacandu menghentikan kebiasaannya . Narkoba di satu sisi
merupakan suatu yang dibenci dan dicoba untuk dihindari , namun di
satu sisi yang lain dianggap sebagai sahabat setia yang terus dicari
dan dijadikan sebagai salah satu alat pergaulan.
Narkoba dipandang sebagai masalah yang paling mendesak untuk ditangani
dan dikurangi , karena mengandung pelbagai senyawa beracun dan bersifat
karsinogenik ( dapat menyebabkan keganasan ) . Kebiasaan merokok,
sebagai salah satu media menikmati narkoba , misalnya putauw ternyata
juga mempunyai keterkaitan dengan penyakit Tuberculosis ( TBC ) ,
sehingga keduanya merupakan agenda penting dari WHO akhir-akhir ini .
Hal ini juga merupakan masalah yag sangat penting bagi Indonesia yang
merupakan penyumbang kasus TBC ketiga terbanyak di dunia (Aditama ,
Kompas , hal 28 , 16 April 2003 )
Pada tahun 1964 , WHO sebagai badan kesehatan sedunia menyatakan bahwa
istilah "adiksi" tidak lagi menjadi istilah ilimiah dan
menganjurkan menggantinya dengan istilah "ketergantungan obat ".
Ketergantungan obat dalam hal ini meliputi dua dimensi yaitu ,
ketergantungan perilaku dalam aktivitas mencari-cari zat , dan
ketergantungan fisik beserta gejala-gejala yang muncul sebagai akibat
ketergantungan obat tersebut.
Ketergantungan pada Putauw atau disebut dengan nama lainnya yaitu
Amphetamin, crack, ice, meth, crystal, shabu , atau speed banyak
disebut sebagai salah satu bentuk ketergantungan yang paling tua dalam
sejarah modern , dikarenakan ditengarai sudah dilakukan semenjak tahun
1932 .
Penelitian yang dilakukan oleh National Household Survey on Drug Abuse
di Amerika pada tahun 1991 , satu persen dari total populasi 20.145.033
remaja berusia 12-17 tahun mengalami ketergantungan terhadap putauw .
Demikian juga empat persen dari populasi 28.496.148 remaja berusia
18-25 tahun ( Kaplan , 1997 ) Survei tersebut juga menemukan bahwa
jenis kelamin laki-laki lebih tinggi dalam hal jumlah penyalahgunaan
putauw yaitu 7.4 juta yang merupakan penguna dibanding 5.4 juta wanita
. Hal yang memprihatinkan adalah jumlah narkoba yang disalahgunakan
setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan dalam usia pertama kali
orang merokok yang semakin muda .
Menurut data dari National Institute on Drug Abuse ( NIDA ) pada tahun
1991 di Amerika terdapat kecenderungan peningkatan jumlah pecandu baru
pada kelompok usia 18 sampai 25 tahun , namun jika dilihat dari jumlah
narkoba yang dikonsumsi , kelompok usia dewasa 26 sampai 34 tahun
adalah kelompok usia yang terbanyak menghabiskan narkoba dalam satu
harinya ( Kaplan , 1997 )
Para ahli terus melakukan penelitian untuk mencari jawaban atas
pertanyaan penyebab dari kebiasaan mecandu pada tiap tahapan usia .
Berbeda dengan kebiasaan mecandu yang dilakukan oleh remaja yang lebih
karena usahanya dalam mencari jati diri atau tekanan dari kelompok
sebaya ( Prabandari , 1994 ) , maka kebiasaan menggunakan putauw pada
usia dewasa selain sebagai akibat kebiasaan merokok yang dilakukan
semenjak usia remaja juga merupakan usaha untuk melarikan diri dari
perasaan frustrasi dan depresi sebagai akibat dari lingkungan
kompetitif yang dihadapinya ( Butler dalam Kaplan , 1997 ) .
Sementara itu , gencarnya pengaruh dari lingkungan pergaulan
yang dialami, sering dituding sebagai salah satu penyebab dari terus
bertambahnya angka pecandu di kalangan masyarakat .
Di sisi lain , Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pembatasan
penggunaan narkoba ,beserta hukuman bagi pecandu maupun pengedar masih
dianggap terlampau lunak dan pelaksanaan yang belum merata, serta masih
maraknya suap di kalangan penegak hukum membuat upaya pemberantasan
narkoba masih sangat sulit dilakukan . Hal ini membuat tingkat bahaya
narkoba dan kecenderungan ketagihan dan ketergantungan pada narkoba
akan semakin tinggi , dan semakin sulitnya seseorang untuk melepaskan
dirinya dari ketergantungan terhadap narkoba
Ketagihan yang disebabkan oleh narkoba , seringkali bukanlah suatu
kebiasaan yang dapat dengan mudah diubah oleh seseorang . Seringkali
pula bantuan ahli atau adanya terapi diperlukan dalam usaha
mengendalikan perilaku merokok . Dalam dunia Psikiatri , misalnya ,
dikenal terapi kombinasi penggunaan nikotin transdermal , atau obat -
obatan jenis pengganti nikotin , seperti Lobeline ( tablet hisap
nikotin) , Clonidine ( Catapres ) , anti depresan khususnya Fluoxetine
( Prozac ) , dan Buspirone ( Bu Spar ) ( Kaplan , 1997 ) . Namun ,
kemudian disadari bahwa hanya dengan terapi kimiawi saja tidak cukup
efektif untuk mengendalikannya
Fenomena penyalahgunaan zat mempunyai banyak implikasi untuk penelitian
. Dikatakan bahwa beberapa zat dapat mempengaruhi perilaku baik
internal , misalnya :mood ataupun eksternal yaitu perilaku yang dapat
diamati oleh orang lain. Dalam hal ini dikatakan bahwa penggunaan
psikotropika , termasuk putauw dengan kerusakan fungsi otak adalah
berhubungan erat.
Dalam hal ini , penanganan yang lebih serius untuk mencegah semakin
luasnya penyebaran narkoba perlu dilakukan secepatnya agar efek merusak
pada kalangan remaja dapat dicegah sedini mungkin mengingat bahwa biaya
yang digunakan untuk melakukan rehabilitasi narkoba telah mencapai 200
milyar dolar pada tahun 1990-an di Amerika saja, belum termasuk di
belahan lain di dunia , jauh lebih besar dibandingkan pemasukan devisa
bagi sebagian besar negara di dunia .

B . Tujuan Ilmiah
Makalah ini dirancang untuk memberikan gambaran ilmiah mengenai narkoba
pada umumnya dan juga Putauw sebagai zat turunannya agar pemahaman ,
dan tindakan preventif dapat segera dilakukan agar jumlah
penyalahgunaan narkoba dapat ditekan seminimal mungkin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyalahgunaan Putauw
1) Definisi Putauw
Putauw adalah sejenis narkoba yang berasal dari turunan Amphetamine berbentuk serbuk putih . Pada awal milenium ketiga, nama putauw muncul menggantikan istilah crack di Indonesia yang pertama kalinya digunakan untuk mengelabui pihak berwajib . Nama putauw diambil dari warna putihnya , yang kemudian dipelesetkan meniru sebuah iklan obat kulit di televisi ( kalimat "Si Putih....Auw ! ) (Intisari , April 1996 ) Rasemik amphetamine sulfate pertamakali dibuat pada tahun 1887 dan diperkenalkan dalam praktek klionis dalam tahun 1932 sebagai inhaler yang dapat dibeli bebas untuk mengobati asma dan penyakit hidung lainnya. Pada tahun 1937, diperkenalkan sebagai obat depresi, anti parkinson , dimana semenjak tahun ini sampai dengan tahun 1970-an ,
produksi, pemakaian legal maupun ilegal meningkat tajam . Putauw ( Amphetamine), sejak awal digunakan untuk meningkatkan daya kerja dan untuk merangsang perasaan senang , bergairah , dan semangat kerja seperti pada pelajar yang akan menghadapi ujian, pengendara truk yang menempuh jarak jauh , dan atlet yang akan berkompetensi.
2) Definisi perilaku penyalahgunaan narkoba
Didalam kamus Psikologi disebutkan bahwa perilaku mempunyai empat
arti ( Chaplin dalam Prabandari , 1994 ) yaitu :
1. Beberapa respon yang dilakukan organisme .
2. Sebagai salah satu respon spesifik dari seluruh pola respon .
3. Suatu kegiatan atau aktifitas .
4. Suatu gerakan atau beberapa gerakan yang kompleks
Dari definisi diatas , perilaku penyalahgunaan putauw merupakan beberapa dilakukan oleh organisme , termasuk perilaku membeli , menghisap , dan menyuntikkan putauw tersebut . Dapat pula sebagai salah satu respon spesifik dari seluruh respon , misalnya seorang dewasa mengkonsumsi putauw karena percaya bahwa dengan mengkonsumsi putauw akan membantu mengurangi kadar stres yang dialaminya .
Perilaku atau aktivitas yang berlaku pada individu atau organisme tidak timbul dengan sendirinya , tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh organisme yang bersangkutan baik stimulus eksternal maupun stimulus internal ( Walgito , 1991 ) Perilaku dapat diobservasi ( Siegler dalam Prabandari , 1994 ) baik langsung seperti
tertawa , minum , dan sebagainya ataupun tidak langsung seperti pikiran dan perasaan . Psikolog membuat asumsi atau teori tentang perasaan , sikap , pikiran, dan proses mental lainnya yang ada dibelakang individu . Lingkungan mental internal dapat dipelajari sebagai manivestasi organisme dalam berperilaku Perilaku dilakukan sebagai suatu respon , demikian menurut Chaplin. Respon akan terjadi akibat suatu penyebab atau stimulus. Individu akan melakukan sesuatu karena ada penyebab ( Spiegler dalam Prabandari , 1994 ) . Penyebab perilaku itu antara lain bila seseorang memberi penilaian positif pada perilaku itu dan yakin bahwa orang lain mempunyai arti penting baginya serta menghendakinya untuk melakukan perilaku itu ( Azjen dalam Prabandari , 1994 ) Daniel Horn , Direktur The National Clearing House for Smoking and Health melakukan survei atas 5000 pecandu utnuk mengetahui alasan-alasan mereka mengkonsumsi putauw . Daniel Horn menemukan bahwa 10 % perilaku mengkonsumsi putauw dilakukan untuk obat perangsang ( stimultant ) sedangkan 8 % hanya sekedar untuk iseng-iseng, 30- 40 % mengkonsumsi putauw untuk bisa merasa santai , dan 40 - 50 % mengkonsumsi putauw untuk meringankan kecemasan dan ketegangan . Banyak dari golongan ini yang menjadi pecandu berat . Surjorahardjo ( 1995 ) mengatakan bahwa 40 % dari pecandu adalah pecandu berat .
2 ) Indikator Perilaku
Ada tiga indikator yang biasanya muncul pada pecandu , yaitu aktivitas fisik , aktivitas psikologis , dan intensitas merokok cukup tinggi .
1. Aktivitas Fisik , merupakan perilaku yang ditampakkan individu saat mecandu . Perilaku ini berupa keadaan individu berada pada kondisi memegang , menghisap , atau menyuntikkan putauw .
2. Aktivitas Psikologis , merupakan aktivitas yang muncul bersamaan dengan aktivitas fisik . Aktivitas psikologis berupa asosiasi individu terhadap putauw yang dihisap yang dianggap mampu meningkatkan : a) Daya
konsentrasi , b ) Memperlancar kemampuan pemecahan masalah ,
c) meredakan ketegangan , d ) Meningkatkan kepercayaan diri ,
e ) Penghalau kesepian .
3. Intensitas cukup tinggi , yaitu seberapa sering atau seberapa banyak
putauw yang dikonsumsi dalam sehari .
Tiga aktivitas tersebut cenderung muncul secara bersamaan walaupun
hanya satu atau dua aktivitas psikologis yang menyertainya.
3) Bahaya Putauw bagai kesehatan
Pembahasan tentang bahaya putauw bagi kesehatan akan membahas beberapa
aspek
1) Amphetamine dan Indikasinya . Pada tahun 1932 , amphetamine digunakan sebagai obat inhaler untuk penyakit asma dan penyakit hidung lainnya . Kemudian pada tahun 1937 , digunakan sebagai obat depresi, parkinson, dan depresi . Dalam penggunaannya sekarang, Amphetamine diindikasikan terbatas pada kejadian defisit atensi ( misalnya pada penyakit ADHD, yaitu keterbatasan seseorang untuk memusatkan perhatiannya karena adanya gangguan hiperaktifitas) , narkolepsi dan gangguan depresif . Amphetamine, setelah disintesis ulang akan menghasilkan sediaan Penylpropanolamine (PPA ), yang juga berfungsi sebagai penekan nafsu makan .
2. Amphetamine dan Gejala-Gejala Fisik yang Ditimbulkannya . Kebiasaan mengkonsumsi putauw akan membawa penyakit sudah diramalkan sebelumnya , yaitu oleh seorang filosof Cina bernama Fang Yishi pada tahun 600 Masehi dengan mengatakan bahwa kebiasaan mecandu dalam jangka waktu lama akan menyebabkan kerusakan kesehatan .
Semua amphetamine cepat diabsorpsi peroral dan disertai dengan kerja
yang cepat , biasanya dalam waktu satu jam setelah dikonsumsi secara
oral ( ditelan ), namun ada juga yang disuntikkan melalui pembuluh
darah vena serta dihirup yang dalam hal ini akan lebih cepat bereaksi (
kurang lebih 10-15 menit setelah disuntikkan) atau diinhalasi.
Amphetamine memiliki efek utama sebagai pelepas zat di otak yang akan
menghasilkan efek halusinasi ( kesan yang mendalam yang diterima ,
padahal tidak ada kejadiannya / khayalan) yang kuat .
Hal serupa juga didapatkan berdasarkan hasil penelitian pertama tentang
dampak mengkonsumsi putauw pada tahun 1961 yang dilakukan oleh John
Hill . Pada tahun 1950 diterbitkan dua publikasi utama tentang hasil
penelitian dampak mengkonsumsi putauw dan kesehatan , yang kemudian
dilanjutkan dengan penelitian tahun 1981 di Hirayama Jepang.. Hal ini
terbukti pada saat dunia kedokteran mencapai kemajuan yang sangat pesat
dan modern .
Dewasa ini banyak penduduk dunia telah terinfeksi HIV dimana setiap
tahunnya sekitar 8 juta penderita baru HIV dan 3 juta jiwa meninggal
dikarenakan penyakit ini . Hal ini berarti bahwa sedikitnya setiap
detiknya akan bertambah satu orang penderita baru HIV dan setiap 10
detik akan ada orang yang meninggal dikarenakan penyakit ini
( Aditama , Kompas, 16 April 2003 ). Para perokok memiliki
kecenderungan 3-4 kali lebih sering untuk menunjukkan hasil positif
pada saat pemeriksaan HIV ( tes untuk mengetahui seseorang terkena
penyakit AIDS atau tidak ) , dimana hal ini menunjukkan adanya
kecenderungan 3-4 kali terkena penyakit AIDS pada seorang pecandu
putauw atau orang yang sering bergantian jarum sunti secara tidak
sehat dibandingkan dengan orang yang bukan pecandu .
Angka kematian akibat TBC pada perokok, terutama pengguna putauw yang
dihisap bersama rokok akan lebih tinggi dibandingkan pada bukan perokok
. Hal ini disebabkan rusaknya mekanisme pertahanan paru yang disebut
muccociliary clearance ( bulu - bulu getar dan lat lain di paru rusak
oleh asap rokok dan tidak bisa menyaring dan membuang bahan berbahaya
yang masuk kedalam paru ) . Selain itu , asap rokok bercampur dengan
zat kimiawi dari putauw akan meningkatkan tahanan jalan nafas (airway
resistance ) dan meyebabkan mudah bocornya pembuluh darah di paru , dan
rusaknya sel makrofag yang merupakan " benteng " pertahanan tubuh
dengan cara membunuh bakteri pengganggu . Efek asap rokok juga
menurunkan respons terhadap antigen sehingga kalau ada benda asing yang
masuk ke paru , tidak segera dikenali dan dilawan . Secara biokimia ,
asap rokok rokok juga meningkatkan sintesa elastase dan menurunkan
menurunkan produksi antiprotease yang merugikan pertahanan tubuh .
Banyak cara dilakukan untuk membendung perilaku mengkonsumsi putauw.
Pada jaman modern , beberapa negara memberlakukan hukuman yang sangat
berat dengan harapan masyarakat akan enggan mengkonsumsi putauw . Hal
ini diberlakukan di Indonesia yang menetapkan hukuman mati bagi
pengedar narkoba . Sangat tinggi bila dibandingkan dengan hukuman di
negara lain yang menghapuskan hukuman mati di negaranya, misalnya
Ingrris, atau Italia . Bahkan China merancang sistem hukum yang memuat
hukuman bagi pengedar yaitu hukuman mati di tempat umum ( Jawa Pos , 9
September 2003 ) . Namun harus diakui pula bahwa angka pecandu semakin
bertambah , meskipun dengan aturan yang ketat atau ancaman penyakit
yang mengintai
3. Putauw, Penyakit Keganasan , Penyakit Reproduksi dan Penyakit
Jantung. Data yang ada menyatakan bahwa mengkonsumsi putauw mencetuskan
kemungkinan terjadinya penyakit Hipertensi atau penyakit stroke (
Sadoso , Intisari , September 2001 ) atau penelitian dr. Joseph
Brennan dari John Hopkins University , Maryland yang menunjukkan bahwa
pecandu putauw dengan cara merokok cenderung ditemukan kerusakan gen
p53 yang melindungi tubuh dari kanker , dimana mutasi ( perubahan
sifat ) pada gen p53 dialami dua kali lebih besar pada orang perokok ,
dan 58 % lebih besar apabila kebiasaan mecandu dikombinasikan dengan
kebiasaan meminum minuman keras ( Intisari , September , 2001 ) .
Efek negatif dari kebiasaan mengkonsumsi putauw tidak hanya mengenai
para pelaku perokok itu sendiri , namun juga mengenai orang-orang yang
ada di sekitarnya, bahkan janin yang masih ada dalam kandunganpun dapat
terancam oleh bahaya mengkonsumsi putauw . Akibat yang ditimbulkan dari
mengkonsumsi putauw dimulai dari fase pembelahan sel dimana amphetamine
yang ada dalam pembuluh darah dapat mengganggu proses tersebut yang
bisa berakibat pada keguguran atau bayi lahir cacat seperti bibir
sumbing , berat badan kurang , atau berbagai macam penyakit lainnya (
Intisari , September 2001 )
Bagi pria dewasa , amphetamine yang terdapat dalam putauw akan mampu
mempengaruhi kesuburan pria pecandu tersebut. Amphetamine akan
berpengaruh terhadap spermatogenesis atau pembelahan sel sperma pada
pria . Hal ini akan mempengaruhi kualitas yang meliputi jumlah yang
cukup, bentuk gerakan , dan kecepatan yang baik . Gangguan yang
disebabkan oleh putauw tidak hanya terbatas pada kualitas sperma semata
, namun juga mempengaruhi kemampuan ereksi pada pria . Penelitian yang
dilakukan pada tahun 1997 di RS Cipto Mangunkusumo menunjukkan bahwa
narkoba memegang andil sebesar 16.8 % faktor risiko terjadinya
Disfungsi Ereksi ( DE ) ( Intisari, September , 2001 ) .
Amphetamine juga mempengaruhi metabolisme asam amino sehingga terjadi
peningkatan kadar homocysteine .Homocysteine merupakan asam amino yang
mengandung sulfur yang berkaitan erat dengan metionin dan sistein .
Homocysteine tidak terbentuk secara alami, tapi berasal dari
metabolisme asam amino metionin melalu siklus metilasi yang merupakan
satu-satunya sumber homocysteine. Homocysteine merupakan senyawa
antara yang dihasilkan pada metabolisme metionin , suatu bentuk asam
amino esensial. Homocysteine berada dalam beberapa bentuk dalam plasma
, Sulfhidril atau bentuk tereduksi dinamakan Homocysteine dan disulfida
atau atau bentuk teroksidasi yang disebut dengan Homocystin .
Selanjutnya Homocysteine akan diuraikan lebih lanjut oleh enzim
Cytation B Syntase (CBS ) menjadi Cysteine dengan bantuan vitamin B6
sebagai kofaktor dan proses ini dinamakan Demetilasi .Homocysteine juga
diubah kembali menjadi Metionin oleh enzim Metilene Tetrahidrofolat
Reduktase (MTHFR) dengan asam folat dan vitamin B12 sebagai substrat
dan kofaktor dimana proses ini disebut sebagai Remetilasi. Kandungan
amphetamine akan menghambat reaksi metilasi sehingga homocysteine tidak
bisa mengalami metabolisme yang mengakibatkan kadar homocysteine
meningkat dalam plasma . Mekanisme ini berlangsungdengan menginduksi
enzim di hati oleh polycyclic aromatic hyydrocarbon dan meningkatkan
katabolisme ( pemecahan) asam folat. Ditemukan juga kadar kofaktor (
Vitamin B6 dan Vitamin B12 ) yang rendah pada pengkonsumsi putauw dan
adanya interaksi senyawa dari putauw dan Metionin Sintase (MS )
sehingga dapat mempengaruhi kerja enzim tersebut. Kadar homocystine
yang tinggi ( >15 umol/l ) berkaitan secara signifikan dengan
peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dbandingkan dengan kadar
homocysteine yang rendah (Indriyanti, Forum Diagnostikum, No.2/2002 )
Alasan mengkonsumsi putauw
Tomkins ( 1991 ) mengemukakan empat alasan orang dewasa mengkonsumsi
putauw berdasarkan Management Affect Theory , yaitu :
1) Mengkonsumsi putauw untuk perasaan positif . Dengan mengkonsumsi
putauw , seseorang merasakan bangkitnya rasa positif pada dirinya .
Lebih lanjut , Green ( dalam Psychological Factor, 1978 ) menjelaskan
kembali tiga sub faktor ini , yaitu : a ) Pleasure relaxation :
Perilaku mengkonsumsi putauw hanya untuk memperkuat rasa nikmat yang
didapat dari sumber yang lain , misalnya mengkonsumsi putauw sambil
melakukan hubungan seksual . b) Simulation to pick them up : Perilaku
mengkonsumsi putauw hanya dilakukan untuk menyenangkan perasaan .c )
Pleasure of handling: Kenikmatan yang diperoleh dengan melakukan suatu
permainan pada rokok ( bila putauw dikonsumsi sebagai rokok ) ,
terutama perokok yang menggunakan pipa . Perokok terkadang akan
menghabiskan waktu untuk mempermainkan pipa rokok sedangkan untuk
menghisapnya hanya dibutuhkan waktu beberapa saat saja . perokok lebih
suka untuk mempermainkan rokoknya sebelum ia nyalakan dengan api .
2 ) Mengkonsumsi putauw yang dipengaruhi oleh perasaan negatif . Banyak
pecandu yang melarikan dirinya pada kebiasaan mengkonsumsi putauw ,
apabila mereka merasakan atau mengalami hal yang negatif dalam hidupnya
, misalnya bila marah , cemas , gelisah , stres , mereka menjadikan
putauw sebagai alat untuk melarikan diri . Pecandu memerlukan
mengkonsumsi putauw sebagai penyelamat dari perasaan negatif dan untuk
mendapatkan perasaan lega.
3) Mengkonsumsi putauw dikarenakan ketagihan / adiksi . Juga disebut
sebagai Psychological Addiction . Para pecandu akan merasa ketagihan ,
dan selalu berusaha untuk membuat persediaan putauw bagi dirinya .
Meskipun tengah malam , mereka tidak segan untuk keluar rumah dan
membeli persediaan putauw , dikarenakan takut persediaan yang ada tidak
cukup apabila mereka menginginkannya .
4 ) Mengkonsumsi putauw karena kebiasaan . Mengkonsumsi putauw sama
sekali bukan untuk mengendalikan perasaan , tetapi karena benar -
benar sudah menjadi kebiasaan . Dapat dikatakan bahwa perilaku
mengkonsumsi putauw yang mereka lakukan merupakan suatu perilaku
otomatis , seringkali tanpa dipikirkan dan tanpa disadari . Biasanya
pecandu akan mengkonsumsi putauw yang terdahulu benar - benar habis,
bahkan bisa sampai over dosis
Makna mengkonsumsi narkoba menurut Danusantoso ( 1991 ) ,
1) Mengkonsumsi putauw dapat meningkatkan kemampuan berkonsentrasi
untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.
2) Mengkonsumsi putauw dapat memudahkan lancarnya menjalin persahabatan
baru, mengakrabkan suasana , menimbulkan persaudaraan , dan sebagainya
.
3) Mengkonsumsi putauw sebagai obat penenang , sebagai jalan keluar
untuk meredakan ketegangan yang dialami.
4) Mengkonsumsi putauw seringkali diasosiasikan baik secara sadar atau
tidak sadar dengan kesan makin seksi , makin berani, tidak kolot , dan
sebagainya .
5) Mengkonsumsi putauw sebagai penghalau kesepian .
6) Bagi remaja , putauw memberikan kesan dewasa , jantan , gagah ,
modern , dan lainnya .
1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku mengkonsumsi putauw Ada
sedikit perbedaan yang mendasari perilaku mengkonsumsi putauw antara
kaum remaja dengan kaum dewasa dini . Pengaruh terbesar pada perilaku
mengkonsumsi putauw remaja adalah tekanan dari kelompok sebaya atau
konformitas ( Prabandari,1994) dan tidak bisa dipungkiri bahwa faktor
konformitas inipun masih juga mempengaruhi dari perilaku mengkonsumsi
putauw pada dewasa ini meskipun bukan lagi menjadi hal utama . Hal ini
bisa dimengerti mengingat bahwa kebiasaan mengkonsumsi putauw pada kaum
dewasa dini sudah berlangsung semenjak mereka dewasa . Berbeda dengan
perilaku mengkonsumsi putauw pada remaja yang bersumber pada lingkungan
eksternal , alasan yang mendasari perilaku mengkonsumsi putauw pada
kaum dewasa lebih banyak disebabkan karena permasalahan pribadi yang
bersifat intern . Masalah-masalah tersebut lebih banyak bersinggungan
dengan tiga wilayah besar dalam kehidupan dewasa yaitu wilayah publik (
profesi, bisnis ) , wilayah private ( Keluarga , sahabat , atau teman )
dan wilayah Secret ( rahasia pribadi ) dimana dikatakan bahwa wilayah
pertama dan kedua adalah wilayah yang paling banyak memberikan pengaruh
( influential zones ) yang akan mempengaruhi wilayah ketiga untuk
melakukan atau memendam suatu perilaku ( Ubaydillah , 2003 ) .
Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada
kaum dewasa dini :
1. Self Defeating
Ubaydillah ( 2003 ) mengatakan bahwa Self Defeating merupakan suatu
tindakan "membunuh diri sendiri " karena menilai telah terjadi
kesalahan yang dilakukan oleh orang lain dan merugikan diri sendiri ,
bukan karena merasa dirinya kurang baik . Hurlock ( 1980 ) mengatakan
bahwa masa dewasa adalah masa keterasingan social dimana seorang
dewasa diharapkan menanggung kehidupannya sendiri tanpa adanya dorongan
atau dukungan dari kelompok sosial atau keluarganya . Dalam masa
keterasingan ini sangat mudah untuk menyalahkan orang lain sebagai
penyebab kegagalan dalam kehidupan . Perasaan marah , gagal inilah
yang kemudian mencetuskan berbagai perilaku self defeating seperti
halnya mengkonsumsi putauw
2. Dominasi Keunggulan
Masa dewasa dini seringkali dianggap sebagai masa dimana kesuksesan
adalah suatu tuntutan yang harus dicapai dalam periode ini . Covey
dalam Ubaydillah ( 2003 ) mengatakan bahwa kesuksesan akan
membutuhkan suatu dominasi sebagi esensinya . Dan dominasi tidak akan
ada tanpa adanya cirri-ciri yang tampak . Dalam hal ini mengkonsumsi
putauw dapat dipergunakan sebagai simbol dominasi keunggulan atas yang
lain . Putauw dipandang sebagai suatu alat peningkat prestise pribadi
disamping diangap juga sebagai alat pergaulan .
3. Keluarga
Dalam masa dewasa dini , terjadi perubahan status dimana dalam periode
ini terdapat tanggung jawab baru dalam rumah tangga . Tambunan ( 2002 )
mengatakan bahwa kegagalan dalam rumah tangga , adanya konflik yang
tidak berkesudahan , keadaan keluarga yang perfeksionis yang menuntut
anggota keluarganya untuk selalu bersifat sempurna dengan standar nilai
yang tinggi , atau keadaan keluarga yang selalu mencurigai anggota
keluarganya yang lain seringkali merupakan "tertuduh utama "
terjadinya perilaku yang menyimpang penyalahgunaan obat terlarang , dan
sebagainya .
Terapi untuk menghilangkan mengkonsumsi putauw
Pecandu mengalami kesulitan untuk bisa lepas dari kebiasaan merokok
karena rokok menimbulkan ketagihan dengan menimbulkan perasaan senang
yang disebabkan aktifnya zat adrenergik yang mengeluarkan serotonin
(zat elektromagnetik yang dihasilkan dalam otak ) ( Tineke , Kompas ,
Minggu, 5 Mei , 2002 ) namun dalam jumlah besar putauw akan berubah
fungsi sebagai depresan (menekan pusat kesadaran dalam otak ) , dengan
menekan produksi serotonin dan noradrenaline , mengeluarkan adrenalin ,
epinephrine dan norepinephrine yang bisa menyebabkan depresi ( West ,
1992 ) Kadar cortisol , hormon yang diproduksi oleh kelenjar adrenal
akan meningkat selama fase depresi .
Terapi hipnotis dipandang adalah sebagai salah satu cara untuk
menyembuhkan kebiasaan mengkonsumsi putauw , adalah suatu terapi yang
menempatkan pasien pada keadaan trance dan kehilangan daya otokritik
sehingga mudah untuk diberikan sugesti ( Hukom , 1979 ) termasuk
sugesti untuk menghilangkan perilaku merokok . Dengan melakukan terapi
hipnosa , maka tubuh akan merangsang pengeluaran hormon endorfin dari
kelenjar endorfin yang berada di dalam otak , yang berguna untuk
melawan depresi yang timbul sebagai efek dari perilaku merokok .
Endorfin adalah zat morfin alami yang diproduksi oleh tubuh yang mampu
menimbulkan rasa senang , tenang , dan mampu mengurangi rasa sakit (
Tambunan , Majalah Human , Agustus 2003 , halaman 92-93) . Endorfin
juga akan merangsang tubuh untuk membentuk antibodi - antibodi untuk
melawan infeksi bahkan tumor disamping juga membantu melepaskan pasien
dari ketergantungan zat tertentu misalnya rokok ( Hariyadi , Yatim,
Edisi no 4 Th VIII Agustus 2003 / Jumadil Akhir 1424 , halaman12 )
Terapi lainnya adalah terapi kimiawi , dimana terapi dengan
menggunakan obat dari jenis Antipsikotik dan Sedatif ( obat-obatan
penenang) , misalnya phenothiazine , atau diazepam. Tapi bagaimanapun
juga , dukungan dari keluarga dan dari orang -orang terdekat adalah
terapi terpenting dalam membantu pecandu melepaskan diri dari
ketergantungan terhadap putauw tersebut.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari uraian diatas , dapat disimpulkan bahwa pengaruh terbesar bagi
penanganan kecanduan putauw atau narkoba pada umumnya adalah dengan
mempererat hubungan dalam keluarga disamping juga menetapkan disiplin
yang tinggi dalam menjalani terapi , baik itu terapi hipnotis maupun
terapi secara kimiawi .
B. Saran
Berdasarkan dari proses dan uraian makalah , maka penulis dapat
memberikan saran sebagai berikut :
1. Bagi Pecandu
Kebiasaan mengkonsumsi putauw adalah kebiasaan yang berlangsung lama
. Tidak ada yang bisa menjamin keberhasilan terapi dengan menggunakan
metode apapun juga bila tanpa didasari oleh motivasi yang kuat . Terapi
apapun bukanlah terapi yang instan yang serta merta dapat menjamin
kesembuhan dari kecanduan mengkonsumsi putauw bila tanpa didasari oleh
motivasi yang kuat dansebelum melakukan terapi, ada beberapa hal yang
harus dipersiapkan, antara lain :
1. Persiapan diri
Bagi pecandu yang akan mengikuti terapi hendaknya melakukan
persiapan diri mengenai prosedur pelaksanaan terapi , persiapan yang
dibutuhkan , serta hal - hal yang mungkin dialami oleh peserta yang
disebabkan oleh terapi . Dalam pemberian terapi , untuk mengurangi
intensitas perilaku mengkonsumsi putauw , biasanya ada dua kemungkinan
yang paling sering terjadi pada subyek bila subyek menghilangkan
kebiasaan mengkonsumsi putauw yaitu peningkatan nafsu makan , ataupun
terjadi perubahan keadaan emosional , misalnya lebih cepat tersinggung
, dll . Keadaan tersebut adalah normal , mengingat bahwa perilaku
tersebut merupakan substitusi dari perilaku mengkonsumsi putauw yang
berkurang .Di samping itu , dimungkinkan timbulnya beberapa gejala
fisik sebagai akibat dari pengurangan dosis putauw yang dikonsumsi ,
misalnya timbulnya kecemasan, gemetar, perubahan mood,kelelahan yang
amat sangat , munculnya mimpi yang menakutkan , nyeri kepala, keringat
banyak, kram otot , kram lambung, dan rasa lapar yang tidak pernah
kenyang . Gejala tersebut biasanya akan mencapai puncaknya dalam 24 -48
jam. Oleh karena itu , selain harus mempersiapkan dirinya sendiri,
juga perlu meminta kerjasama dan pengertian dari keluarga .
2 .Pemilihan Tempat
Tempat pelaksanaan terapi adalah satu unsur yang sangat berpengaruh
bagi keberhasilan pelaksanaan . Tempat yang sunyi , bersih , sejuk ,
dan bebas dari gangguan serangga misalnya nyamuk adalah contoh tempat
yang disarankan untuk pelaksanaan terapi di samping tempat yang
memiliki fasilitas yang lengkap , bila kejadian gawat darurat terjadi .
2. Waktu Pelaksanaan
Sebenarnya tidak ada patokan pasti kapan waktu yang ideal untuk
pelaksanaan terapi , namun beberapa orang mengatakan lebih menyukai
pelaksanaan terapi di malam hari karena pikiran sudah bebas dari stres.
Pelaksanaan di siang hari , menurut mereka akan kurang efektif karena
masih ada bayang-bayang kewajiban yang harus dilaksanakan .
3. Lama Pelaksanaan Terapi
Dalam hal pelaksanaan terapi , dianjurkan agar dilakukan pemberian
terapi secara ketat terkontrol dalam ruangan observasi .Hal ini akan
membantu dalam melakukan kontrol perilaku mengkonsumsi putauw, selain
juga untuk menghindari hal -hal lain yang tidak bisa diduga
sebelumnya . Melihat hasil penelitian ini , maka dianjurkan untuk
mengadakan terapi secara terkontrol ketat dalam jangka waktu uyang
dianjurkan oleh dokter atau terapis yang ahli


0 komentar: